Pluralism is the term which it has many difference meaning. Atthe same time, someone can accept and refuse pluralism accordingto that meaning. Secular humanism argues that there is no anAbsolute Truth, because the truth is depend on human. The truth issubjective and relative, so unity just can be built by secularism.Global theology offers a new theology that is global theology tounite the difference religions. Syncretism selected and mixedreligions become a new religion. Perennial Philosophy tries to findmeeting is understood as a framework of interaction in whichgroups show point of religions in the esoteric area. In the socialsciences, pluralism sufficient respect and tolerance of each other,that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation.Pluralism as theory is a social construction. Indonesian can constructpluralism base on the values of Pancasila that are Goddess,humanity, unity, democracy and justice.
Pancasila merupakan dasar dan falsafah Negara Indonesia. Pancasila dalam sejarah perumusan dan pembentukan menjadi peletak dasar dalam pembentukan Negara bangsa Indonesia sebelum merdeka. Keberadaan Pancasila di Indonesia menjadi sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak Indonesia berdiri hingga sekarang. Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara telah banyak diwarnai berbagai persoalan mulai dari persoalan ideologis, ekonomi, social, budaya, politik, pendidikan, hukum, dan agama. Sejak Indonesia berdiri, Pancasila menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, Pancasila dalam konteks keilmuan masih didekati dengan cara klasik atau pendekatan laten seperti sejarah dan politik, serta hokum. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menjabarkan dan menguraikan tentang esensi dari Pancasila dari pendekatan psikologis. Ilmu psikologi menjadi bagian penting untuk melihat Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan fenomenologi dan kajian kritis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa psikologi Pancasila merupakan pendekatan interdisipliner untuk menjabarkan dan merumuskan Pancasila dari aspek dan karakteristik psikis manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemahaman mahasiswa PG Paud STKIP Kusumanegara tentang nilai-nilai Pancasila yang telah diajarkan melalui mata kuliah pendidikan Pancasila. Perlu diketahui bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis sehingga potensi yang dimiliki setiap individu dapat direalisasikan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan contoh kasus. Contoh kasus digunakan untuk memberikan pemahaman pada sesuatu yang menarik perhatian dan mampu memahami kompleksitas satu kasus. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan melakukan pengumpulan data secara online melalui sevima edlink. Hasil penelitian ini menemukan seberapa besar keterpahaman mahasiswa PG Paud STKIP Kusumanegara yang sudah bisa mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila yang telah diajarkan melalui mata kuliah pendidikan Pancasila. Aktualisasi nilai - nilai Pancasila berupa melaksanakan kewajiban sesuai ajaran agama yang dianut, hidup toleransi, peduli sosial, sopan, dan santun. Penelitian ini berupaya agar nilai-nilai pancasila bisa terus diwariskan kepada generasi bangsa untuk bisa menjadi bangsa yang kuat dan berkarakter
Abstract : Interpret Pancasila Democracy. Democracy is a political system that is currently used by almost all nations and countries in the world. The political system of democracy is not only used by liberal countries that are actually freed but the political system of democracy is also used by the communist state of the country that is leading togetherness or collectivity. Communist countries call the democracy they use is proletarian democracy or people's democracy. Different from our country Indonesia which embraces the political system of Pancasila democracy, where the value of the value contained in democracy must be based on the value of Pancasila value. In Pancasila democracy besides based on the value of Pancasila value, there are 10 pillars of democracy mandated by the founders of the nation. Keywords: Democracy, The Value Of Pancasila Abstrak : Memaknai Demokrasi Pancasila. Demokrasi merupakan sistem politik yang saat ini digunakan oleh hampir seluruh bangsa dan negara di dunia. Sistem politik demokrasi bukan hanya digunakan oleh negara-negara liberal yang memang menjunjung kebebasan tetapi ternyata sistem politik demokrasi digunakan juga oleh negara-negara berfaham komunis yang menjunjung kebersamaan atau kolektivitas. Negara komunis menyebut demokrasi yang mereka gunakan adalah demokrasi proletar atau demokrasi rakyat. Berbeda dengan negara kita Indonesia yang menganut sistem politik demokrasi pancasila, dimana nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi harus dilandasi oleh nilai-nilai pancasila. Dalam demokrasi pancasila selain dilandasi nilai-nilai pancasila, terdapat 10 pilar demokrasi yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa (faunding fathers). Kata Kunci: Demokrasi, Nilai-nilai Pancasila
penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui secara mendalam tentang pemahaman mahasiswa dalammemaknai demokrasi ekonomi pancasila (2) mengetahui pengamalan nilai-nilai dasar demokrasi ekonomi pancasiladalam kehidupan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan pendekantan kualitatif dengan jenis fenomenalogi.pengumpulan data mengunakan pendoman wawancara dan pengamatan. Hasil penelitian ini memberikan gambaranbahwa mahasiswa memaknai demokrasi ekonomi sebagai suatu kegiatan yang mengharuskan adanya partisipasi semuapihak dalam rangka mewujudkan kepentingan bersama, bukan kepentingan individu. Dalam memaknai demokrasiekonomi pancasila mahasiswa selalu mengkaitkan dengan lima sila yang terdapat dalam pancasila. Dari kelima silatersebut maka kegiatan demokrasi ekonomi pancasila harus memperhatikan perintah dan larang Allah, berbuat adilterhadap sesama, mengutamakan kerjasama atas dasar musyawarah dan kesepakatan bersama, serta dapat mewujudkankeadilan terhadap semua pihak baik yang berkaitan dengan pembagian beban kerja maupun pembagian hasil pekerjaankepada masing-masing individu. Dalam hal pengamalan, mahasiswa selalu mengamalkan lima sila tersebut, yakniselalu membeli barang yang halal, tidak melakukan kecurang terhadap pihak lain, selalu mengutamakan kerja samaatas dasar musyawarah dalam kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang seperti ini tujuannya untuk mewujudkankeadilan pada setiap inividu, yakni adanya pemerataan pembagian kerja dan pembagian hasil pekerjaan pada setiapindividu.
Pancasila and Islam are two ideologies that are often seen as different. This can be seen from the history of the Indonesian state administration where it is recorded that Pancasila was used as a tool for the Government to dissolve organizations and parties with Islamic nuances, namely Masyumi and HTI. The contradiction was caused by the Government placing Pancasila as part of legal norms, not values. Even though the consequence of placing Pancasila as a legal norm should be that there should also be an agency authorized to conduct trials. However, unlike other legal norms, there is no single institution that has the authority to test Pancasila. In addition, according to experts, Pancasila is a building of values which is the way of life of the Indonesian people. The research method in this article is normative juridical. The result states that Pancasila should be positioned as a value, not as a legal norm.
It seems like there is no end of the discussion of khilāfah (Caliphate). In Indonesia, recent issues concerning khilāfah encompasses a claim that khilāfah rejects or in a confrontation with Pancasila. Pro and Contra ideas came out bringing several argumentation from each sides, and it is clear that a detail discussion with valid analysis and authentic evidences are truly demanded to argue, is system of khilāfah contrast with Pancasila or in reverse? To answer such a question, this paper will explain concept of khilāfah from perspective of Taqiyyudin al-Nabhani, one of Muslim figure defending khilāfah. His idea and discourse has spread in various countries including Indonesia. The argumentations consist in this paper are: the origin of concept of khilāfah, figur of chaliph, system of Daulah Islamiyah, foreign and domestic political policy according to khilāfah, and an effort to esablish khilāfah according to Taqiyyudin al-Nabhani. Moreover, this paper will elaborate the similarities between khilāfah and Pancasila in their government system as well. Through a discussion referring to Nabhani's writing such as Nizam al-Islam, Nizam al-Hukm fi al-Islam, al-Muwassa' wa Munaqqah bi 'abdil al-Qadim Zallum, al-Daulah al-Islamiyyah, and Al-Syakhsiyah al-Islamiyyah, it is concluded that khilāfah does not contradict or confront Pancasila. From its historical aspect, the rising of khilāfah and Pancasila utilizes a conformable principles such as prioritizing a principle of deliberation, religious morality and spirituality, social justice and welfare.
All nations may have similarities and differences in value systems. The values, which are considered noble by each nation's culture, are generally similar, but the hierarchy of believed values is different. The hierarchy of values is a specific historical product of each nation. Hatta explained that main ideas of Pancasila as the state ideology is formulated in the Preamble of the Constitution (Undang-Undang Dasar 1945). An issue that should be considered is to formulate Pancasila as an ethical norm of Indonesian life. The ethical norm is formed as the basic for building Indonesians dignity in the future. The ethics of Pancasila is an ethical norm as a guidance for the State and people of Indonesia in implementing Pancasila. In implementing Pancasila, the State must provide a guarantee for people of Indonesia in practicing their religious beliefs, obtaining a decent livelihood and their human rights, promoting the establishment of unity in diversity, majoring consultative dialogue and rejecting authoritarianism, and also actualizing the social justice through political and economical justice.
Wacana dan perdebatan antara agama dan Pancasila di Indonesia tidaklah hal baru. Ia menghiasi tiap tapal perjuangan Indonesia, seturut dengan dinamika sejarah yang panjang dan berliku. Setidaknya, dalam rangkain perdebatan yang terjadi pra dan pasca kemerdekaan, ada dua hal yang menjadi poin utama. Pertama, apakah dalam proses bernegara Indonesia harus berdiri sebagai negara agama, yang dengan maksud lain, negara yang menjadikan agama sebagai pijak kebijakan dan politik. Atau; kedua, negara Indonesia sama sekali menihilkan agama sebagai pijakan kebijakan dan politik, dengan asumsi bahwa Indonesia bukan hanya terdiri dari satu agama. Dengan begitu, perdebatan bergejolak. Artikel ini ingin mengatakan satu hal, bahwa setelah perdebatan dan talik-ulur dasar negara, Pancasila adalah jalan tengah untuk mengakomodasi segala hal; baik itu agama, ras, golongan, dan kepentingan besar lainnya di Indonesia. Pancasila merupakan karya terbesar dan sempurna sebagai dasar NKRI.
Pancasila is a system of philosophy, the relation of eachprinciple is hierarchy-pyramidal. Logical consequence of Pancasilaas a philosophical system, therefore, is give basis for the implementation inIndonesian government practice—economic, culture, law, defend, socialethic, technology, and education system. Pancasila ought to give meaningnot only as "The five principles of ethic", but naturally, Pancasila is "Thefive principles of Indonesian Nationality". It is very important tonote that in the nation-state life, Pancasila as national identity mustbe developed in order to make Indonesian people standing parallelwith other peoples in welfare and justice condition. The differenceinterpretation of Pancasila does not make it poor but instead ofmake it powerful as a system of philosophy.
Pancasila has a very strategic position in the life of the nation and state. Pancasila is not only as a source of all sources of law, but also as the basis of the state, state ideology, and philosophical basis of the state. Nevertheless, ironically the interpretation of Pancasila itself is even diverse. It simply depends on the holder of power. The purpose of this study is to find out the correct interpretation of Pancasila in Indonesia, especially the principle of the Almighty God who illuminates the other precepts. This research is a library research. Analysis was carried out qualitatively using a statutory approach, case approach, conceptual approach, and historical approach, political approach, and comparison approach. The results of this study are that there is a deviation from Pancasila when Pancasila is not interpreted correctly and does not want to be honest with the history of the formulation of Pancasila itself. Therefore it is not surprising when in practice, there are laws, understandings, actions or actions that are contrary to Pancasila.
ABSTRACTThe Resilience of Pancasila Ideology had ups and downs conditions. Its could not be separated from the efforts and phenomenon in the society. That phenomenon caused the relisilience of Pancasila ideology be strengthened or weakened. Moreover, the condition of Indonesia was experiencing ideological problems right now. This paper decribed about the importance of the resilience of Pancasila ideology in supporting to national resilience, what were the factors that weakened and strengthened the resilience of Pancasila ideology, and what efforts should be made to strengthened the resilience of Pancasila ideology. The methods used in this research were field research and library research, namely interview, FGD, survey, and literature review. This research also briefly described about the instrument of Pancasila Ideology Index (IKIP). The main aspects measured in IKIP were divinity, humanity, unity, popularness, and social justice. The indicators of IKIP were politics, nationality, social, cultural, religious and economic. This article was written and based on research for two years (2017-2018) conducted in nine provinces in Indonesia. Namely: Manokwari (West Papua), Ambon (Maluku), Kupang (East Nusa Tenggara), Denpasar (Bali), Makassar (South Sulawesi), Medan (North Sumatra), Pontianak (West Kalimantan), Yogyakarta (Yogyakarta Special Region), and Jakarta. The location was chosen and based on the level of heterogeneity (religion, ethnicity, and culture). Sampling method used multi-stage random sampling.This article also described the portrait of resilience of Pancasila ideology in the nine (9) cities of IndonesiaABSTRAKKetahanan Ideologi Pancasila mengalami pasang surut. Hal ini tidak terlepas dari adanya upaya dan kejadian dalam masyarakat yang membuat ketahanan ideologi Pancasila menguat atau melemah, baik secara sengaja maupun di luar kesengajaan. Terkait dengan kondisi Indonesia saat ini yang tengah mengalami problematika ideologis, 278 Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 277-294 penelitian ini sangat diperlukan untuk mengkaji pentingnya ketahanan ideologi Pancasila dalam mendukung ketahanan nasional; apa saja faktor yang memperkuat dan memperlemah ketahanan ideologi Pancasila; serta upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ketahanan ideologi Pancasila. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dan pustaka, di antaranya wawancara, FGD, survei, dan kajian pustaka. Penelitian ini juga menjelaskan secara ringkas instrument Indeks Ideologi (IKIP). Aspek utama yang diukur dalam IKIP ini adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Pada setiap aspek dikategorsasikan lagi ke dalam indikator-indikator yaitu yaitu politik, kenegaraan-kebangsaan, sosial, kebudayaan, keagamaan, dan ekonomi. Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian selama dua tahun (2017-2018) pada sembilan provinsi di Indonesia, yaitu Manokwari (Papua Barat), Ambon (Maluku), Kupang (NTT), Denpasar (Bali), Makassar ( Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), Yogyakarta (DIY), Jakarta (DKI Jakarta), dan Medan (Sumatera Utara). Pemilihan lokasi berdasarkan tingkat heterogenitas agama, suku, dan budaya. Metode penentuan lokasi survei menggunakan multi-stage random sampling. Pada akhir artikel ini juga dipaparkan hasil pengukuran tingkat ketahanan ideologi Pancasila pada sembilan lokasi tersebut.