Suchergebnisse
Filter
Only the orangutans get a life jacket
© 2021 The Authors. In an era of mass extinction, who gets a life jacket, who is left to drown or swim—and on what basis? This article addresses these questions by analyzing how tropes and practices of responsibility are variously enacted, reworked, contested, and refused across the global nexus of orangutan conservation. Drawing on multisited, collaborative ethnography, we trace the mutually constitutive relation between multiple orangutan figures and commons imaginaries at different nodes of conservation—from environmental activism in the Global North to NGO-villager encounters in rural Borneo. In so doing, we "uncommon" international conservation's encompassing planetary imaginaries, showing how dominant portrayals of the orangutan as a global responsibility are translated and fragmented in different settings. We further contemplate what an analytic of responsibility might bring to ongoing discussions about the "commoning" planetary epoch in which conservation is increasingly embedded: the Anthropocene. = Di era kepunahan massal, siapa yang mendapatkan pelampung, siapa yang ditinggalkan untuk tenggelam atau berenang ke tepian—dan mengapa mereka harus bernasib demikian? Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengeksplorasi bagaimana tanggung jawab dikiaskan dan dipraktikkan secara beragam, digarap ulang, diadu, dan ditolak di seluruh rangkaian pertalian global konservasi orangutan. Dengan menggunakan etnografi kolaboratif multi-site, kami menelusuri hubungan pokok antara beberapa figur orangutan dan imajinasi umum pada simpul-simpul yang berbeda di dalam konservasi—dari aktivisme lingkungan di kawasan Utara dunia, hingga pertemuan antara LSM dan anggota masyarakat di wilayah pedesaan Borneo. Dengan melakukan hal itu, kami konservasi internasional dengan tata imajiner yang "langka", menunjukkan bagaimana potret dominan orangutan yang menjadi tanggung jawab dunia diterjemahkan dan terfragmentasi dalam lingkungan yang berbeda. Lebih jauh lagi, kami merenungkan tentang sebuah tanggung jawab analitik yang dapat dibawa ke dalam diskusi yang sedang berlangsung mengenai "keumuman" epos yang kini semakin lekat dengan konservasi, yaitu: Antroposen. "It seems that only the orangutans get a life jacket," Bapa Dini 1 ; European Research Council (ERC) under the European Union's Horizon 2020 research and innovation program (grant agreement no. 758494); Arcus Foundation's Great Apes Program (G-PGM-1607–1886); Brunel University London. Research in Indonesia was carried out under RISTEK permits 5/SIP/FRP/E5/Dit.KI/I/2019 (Schreer), 5/E5/E5.4/SIP.EXT/2021 (Stępień), and 1/E5/E5.4/SIP.EXT/2020 (Thung).
BASE
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI PENGERTIAN DAN PENTINGNYA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT PUSAT DAN DAERAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS V DI SDN 2 NGEMBAK KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mempunyai tujuan menciptakan manusia beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, bertanggung jawab serta sehat jasmani dan rohani.Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran penting bagi pendidikan di sekolah dasar. Pencapaian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dimanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945 (BNSP, 2006: 34). Dengan adanya pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, siswa mampu (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lainnya; (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan dasar itulah, maka Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang harus diajarkan di sekolah dasar. ; Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mempunyai tujuan menciptakan manusia beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, bertanggung jawab serta sehat jasmani dan rohani.Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran penting bagi pendidikan di sekolah dasar. Pencapaian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dimanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945 (BNSP, 2006: 34). Dengan adanya pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, siswa mampu (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lainnya; (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan dasar itulah, maka Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang harus diajarkan di sekolah dasar.
BASE