Suchergebnisse
Filter
8 Ergebnisse
Sortierung:
DETERMINAN PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM BELANJA ONLINE MENURUT PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Kasus Selama Pandemi Covid-19 Di Kota Surabaya)
The outbreak of a virus called covid-19, which first appeared in December 2019, shocked the world because of its very rapid spread. In Indonesia, the disease outbreak first appeared in March 2020, with 11,192 positive cases. With a high enough case, the government is trying to suppress the spread of the virus by making a PSBB policy, which has an impact on behavior change in society, one of which is economic activity. During the pandemic Covid-19, people tended to shop online as a safe solution. This study aims to determine the influence of cultural factors, social factors, personal factors, and psychological factors on consumer behavior in online shopping during the pandemic Covid-19. This type of research is quantitative with explanatory method with a review according to the perspective of Islamic economics. The data analysis technique used is partial test (t), simultaneous test (F) and the coefficient of determination (R2). The results of this study indicate that cultural factors, social factors, psychological factors influence consumer behavior in online shopping during the pandemic Covid-19, while personal factors have no influence on consumer behavior in online shopping during the pandemic Covid-19.
BASE
Membangun Sekolah sebagai Ruang Dialog: Studi Kasus di SMA Kolese Gonzaga ; Establishing School as a Dialogue Space: A Case Study at Kolese Gonzaga High School
Dialog adalah bagian penting dari penguatan demokratisasi. Namun, dialog belum sepenuhnya dipraktikkan dan diprioritaskan di sekolah. Penelitian ini membahas bagaimana SMA Kolese Gonzaga membangun sistem pembelajaran yang menyediakan ruang besar untuk berdialog. Dalam setiap kegiatan, sekolah mencoba mengembangkan keterampilan komunikasi, belajar untuk saling memahami, dan juga berkolaborasi dengan berbagai komunitas. Sekolah menjadi institusi penting untuk mempromosikan toleransi dan dialog dari berbagai tradisi atau latar belakang budaya. Memperkuat dialog adalah bagian penting dari penekanan pendekatan pendidikan humanis. Penelitian ini berfokus pada dua hal: (i) praktik menjadikan sekolah sebagai ruang dialog, dan (ii) bagaimana sekolah dapat mempromosikan dialog untuk perdamaian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Informan dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Kegiatan dialog diperkuat dalam berbagai kegiatan di sekolah. SMA Kolese Gonzaga membangun ruang dialog di berbagai bidang di sekolah seperti di ruang kelas, kegiatan sehari-hari, dan kegiatan di luar sekolah. ; Dialogue is an important part of strengthening democratization. However, dialogue has not been fully practiced and prioritized in schools. Schools become important institutions to promote tolerance and dialogue from various traditions or cultural backgrounds. Strengthening dialogue is an important part of the humanist education approach. This research discussed how Kolese Gonzaga High School established a learning system that provides a large space for dialogue. In each activity, the school tries to develop communication skills, learn to understand each other, and also collaborate with various communities. This research focused on two things: (i) the practice of establishing school as a space for dialogue, and (ii) how school can promote dialogue for peace. This research was qualitative research with a case study approach. Informants were selected using a purposive sampling technique. Meanwhile, the data collection techniques used are in-depth interviews, observation, and literature study. Interviews were conducted with school principals, teachers, students, and parents. Dialogue activities are strengthened in various activities at school. Kolese Gonzaga High School establishes dialogue spaces in various fields in the school such as in classrooms, daily activities, and activities outside of school.
BASE
Empowerment Model for the Poor Communities in Urban Areas: A Study on Low-Income Households in Makassar ; Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Perkotaan: Studi pada Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah di Makassar
Efforts to empower the poor communities in urban areas are still very urgent at this time. Although the number of poor communities in urban areas is decreasing, the rate is not significant. Empowerment needs to place poor urban as the main actors and the government as facilitators and motivators. This research aims to provide a scientific description of the causes of poverty and the empowerment model for the poor urban in Makassar city, South Sulawesi Province, Indonesia. The research method used is qualitative with a narrative strategy. The research participantss were as many as five low-income households in an urban area. The data collection technique used in-depth interviews with participants. Field observations were also made related to participants' social life and literature studies to strengthen the interview and observation data. Data analysis takes three ways: data reduction, data display, and verification/conclusion drawing. The result showed three factors that cause urban poverty: natural, cultural, and structural. The empowerment model was implemented by understanding the problems encountered, developing problem-solving strategies, understanding the importance of making planned changes, and strengthening the urban poor's capacity. ; Upaya pemberdayaan masyarakat miskin di perkotaan masih sangat mendesak saat ini. Meski jumlah masyarakat miskin di perkotaan menurun, angka tersebut tidak signifikan. Pemberdayaan perlu menempatkan masyarakat miskin perkotaan sebagai aktor utama dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran ilmiah tentang penyebab kemiskinan dan model pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan di kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan strategi naratif. Partisipan penelitian adalah sebanyak lima rumah tangga berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dengan partisipan. Pengamatan lapangan juga dilakukan terkait kehidupan sosial partisipan dan studi literatur untuk memperkuat data wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan tiga cara yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi / penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan tiga faktor penyebab kemiskinan perkotaan: alamiah, budaya, dan struktural. Model pemberdayaan dilaksanakan dengan memahami permasalahan yang dihadapi, menyusun strategi pemecahan masalah, memahami pentingnya melakukan perubahan yang terencana, dan memperkuat kapasitas masyarakat miskin perkotaan.
BASE
The Roles of Ulama in the process of Post-Conflict Reconciliation in Aceh ; Peran Ulama dalam proses Rekonsiliasi Pasca Konflik di Aceh
In the context of Aceh, the word "Ulama" refers to an Islamic scholar who own boarding school (In Aceh language known as Dayah) or a leader of an Islamic boarding school (known as Teungku Dayah). Ulama become "the backbone" of any social problem and play strategic and influential roles in Acehnese society. However, The Ulama roles have changed in the post-conflict era in Aceh. The assumption that Ulama are unable running their authorities in Acehnese society especially in the post-conflict era. Ideally, their roles are needed in the reconciliation regarding the agents of reconciliation who have authority like the Ulama and are trustworthy by Acehnese society. Therefore, this article aims to discuss the position of Ulama in the process of post-conflict reconciliation in Aceh. To investigate the problem, a descriptive qualitative method was used, where the method is to describe the nature of a temporary situation that occurs when the research is carried out in detail, and then the causes of the symptoms were examined. The data were literature studies, participatory observation, and in-depth interviews. The results of this research showed that during an important period of Aceh's history, the Ulama constantly become guardians that provide a religious ethical foundation for each socio-political change in Aceh, and subsequently they also act as the successor to the religious style that developed in the society. Even the formation and development of the socio-political and cultural system occurred partly on the contribution of the Ulama. The position of Ulama in the process of post-conflict reconciliation in Aceh can be found in four ways. Firstly, knowledge transmission. Secondly, as a legal decision-maker which refers to Sharia law, especially related to the reconciliation process. Thirdly, as a mediator. Fourthly, cultural roles in the form of ritual or ceremonial guides that are carried out when the parties of the conflict have met an agreement to reconcile. ; Dalam konteks Aceh, "Ulama" merujuk pada sosok individu yang memiliki Dayah (pesantren) atau pimpinan Dayah yang terkenal dengan sebutan Teungku Dayah. Pada ranah sosial, Ulama Aceh merupakan "tulang punggung" keputusan dalam berbagai hal. Ulama hadir sebagai kelompok strategis dan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Aceh. Namun, pasca konflik Aceh, telah terjadi dinamika pergeseran peran ulama di Aceh. Ada anggapan bahwa ulama tidak lagi mampu menjalankan otoritasnya dalam masyarakat, terutama pada masa pasca konflik. Padahal idealnya, ulama turut berperan dalam proses rekonsiliasi, mengingat saat ini belum ada agen rekosiliasi yang memiliki otoritas seperti ulama dan benar-benar dapat dipercaya oleh masyarakat Aceh. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mendiskusikan tentang posisi Ulama Aceh dalam proses rekonsiliasi pasca konflik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara terjadi pada saat penelitian dilakukan secara detail, dan kemudian berusaha memeriksa sebab-sebab dari gejala tersebut. Data dalam penelitian ini bersumber dari studi pustaka, obeservasi partisipatoris dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam setiap periode penting seajarah Aceh, ulama selalu hadir sebagai satu kekuatan yang memberi ladasan etis keagamaan bagi setiap perubahan sosial-politik di Aceh, dan selanjutnya ulama bertindak sebagai penerus corak keagamaan yang berkembang dalam masyarakat Aceh. Bahkan pembentukan dan perkembangan sistem sosial-politik dan budaya masyarakat Aceh terjadi sebagian atas kontribusi para ulama. Adapun Posisi ulama dalam proses rekonsiliasi di Aceh pasca konflik dapat dilihat dalam empat hal. Pertama, transmisi pengetahuan. Kedua, sebagai pengambil keputusan hukum yang bersumber dari ajaran Islam, terutama terkait dengan proses rekonsiliasi. Ketiga, sebagai mediator. Keempat, peran kultural yang berupa pemandu ritual atau seremonial yang dilakukan ketika pihak yang bertikai sudah menemukan kata sepakat untuk berdamai.
BASE
Rice Landrace Conservation Practice through Collective Memory and Toraja Foodways ; Praktik Konservasi Padi Lokal melalui Ingatan Kolektif dan Foodways Toraja
Many studies on rice landrace (Oryza sativa sbsp. indica) have been conducted by biodiversity, ethnobotany, and agroecology disciplines. The importance of rice landraces as genetic resources and the basics of human civilizations. Conservation landraces in Tumbang Datu and Pongbembe nowadays are affected by the following socio-cultural constraints: a) decline numbers of local varieties after the regional government-imposed funding to local communities to substitute new-high yield varieties, b) rice rites and landrace conservation are on the brink of extinction. This research explores daily behaviors that contribute to rice landrace conservations through the sociological approach of collective memory and symbolic interaction. Today's generations use new meanings and symbols of rice derived from collective memories and virtues. Various interviewees practice mnemonic devices (what, why, who, where, when, and how) that reflect foodways. According to Blumer, social structures are networks of interdependence among actors that place conditions on their actions. In these networks, people act and produce symbols and meanings of rice to interpret their situations and to have their own set in a localized process of social interpretation. Moreover, the Toraja language is used as a bridge in communicating the past, present, and future to strengthening collective identity. This research uses a qualitative method to explore rice landrace conservation using open-ended questions, in-depth interviews, and Focus Group Discussions. A free-listing method was followed to gather interviewees' collective memories of rice landraces. Findings show that a combination of methods, tradition-based conservation, and current scientific-technology-based conservation become a practice for promoting, educating, and stimulating the public and researchers to engage in landraces conservation. These findings suggest that the socio-cultural ecosystem and Blumer's social network support new networks to deliver science in agricultural innovation policy. The results showed that collective memories and foodways create ways that would benefit rice landrace conservation the most. ; Penelitian-penelitian mengenai padi lokal (Oryza sativa sbsp. indica) telah dilakukan oleh disiplin keragaman hayati, etnobotani, dan agroekologi. Padi lokal penting sebagai sumber daya genetika dan dasar berbagai peradaban manusia. Pada masa kini, konservasi varietas-varietas padi lokal di Tumbang Datu dan Pongmbembe menghadapi beberapa tantangan sosial budaya, antara lain a) penurunan jumlah varietas lokal setelah pemerintah kabupaten menyediakan varietas-varietas baru kepada masyarakat, dan b) konservasi dan ritus-ritus, yang menggunakan padi lokal, terancam punah. Penelitian ini mengeksplorasi perilaku sehari-hari yang dapat berkontribusi pada konservasi padi lokal, melalui pendekatan sosiologis terhadap memori kolektif dan interaksi simbolik. Generasi masa kini menggunakan makna dan simbol baru padi berdasarkan ingatan kolektif. Para informan mempraktikkan perangkat mnemonik yang mencerminkan foodways. Konsep struktur sosial menurut Blumer adalah jaringan saling ketergantungan antar-aktor, yang menempatkan kondisi pada tindakan aktor tersebut. Orang-orang bertindak dan menghasilkan simbol dan makna padi di dalam jaringan ini, untuk menafsirkan situasi mereka sendiri, dan memiliki device (perangkat) sendiri dalam proses interpretasi sosial. Bahasa Toraja juga berfungsi menjembatani dan mengkomunikasikan masa lalu, masa kini, dan masa depan, sekaligus memperkuat identitas kolektif. Bahasa Toraja digunakan sebagai jembatan untuk mengkomunikasikan masa lalu, masa kini, dan masa depan, demi memperkuat identitas kolektif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi konservasi padi lokal, dengan menggunakan pertanyaan terbuka, wawancara mendalam, dan Diskusi Kelompok Terfokus. Metode free-listing digunakan untuk mengumpulkan ingatan kolektif para informan pada padi lokal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode kombinasi, yaitu konservasi berbasis tradisi dan konservasi berbasis teknologi ilmiah saat ini, menjadi praktik untuk mempromosikan, mendidik, dan melibatkan publik dan peneliti di dalam konservasi padi lokal. Selain itu, ekosistem sosio-budaya dan konsep jejaring sosial Blumer mendukung jejaring baru untuk mempromosikan ilmu pengetahuan di dalam kebijakan inovasi pertanian. Kesimpulan, ingatan kolektif dan foodways menciptakan cara yang paling bermanfaat bagi keberhasilan konservasi padi lokal.
BASE
Social Practice of Sahabat Kapas in Vulnerable Children and Children with Special Condition Assistance in Surakarta ; Praktik Sosial Sahabat Kapas dalam Pendampingan Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan di Surakarta
Vulnerable Children and Children with Special Condition (Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan or AKKR) are children who must receive assistance and motivation to achieve their rights. In practice in real life, they are temporarily forced to be in correctional institutions/detention centers/Institute for Special Development Children (LPKA) as a result of violating the law. It should not make them shunned, but instead, they must be assisted. Vulnerable Children and Children with Special Condition need enforcement of the fulfillment of their rights. The existence of Sahabat Kapas as a nonprofit non-governmental organization (NGO) located in Karanganyar, Central Java, Indonesia, provides concerns and solicitudes for Vulnerable Children and Children with Special Condition. This research aims to analyze and describe the forms of social practice based on habitus in Sahabat Kapas organization. This research used a qualitative research method with Bourdieu's genetic structuralism approach. Informants were determined using purposive sampling techniques. Data collection was performed using participant observation techniques in the field, in-depth interviews, and documentation studies. Data were analyzed in three stages, including data reduction, data presentation, and ended with concluding. Data were verified by source triangulation. The results showed that Sahabat Kapas became an alternative to assist Vulnerable Children and Children with Special Condition conducted in correctional institutions/detention centers/Institute for Special Development Children (LPKA). The social practices conducted by Sahabat Kapas in assisting Vulnerable Children and Children with Special Condition are following the capital they have and the history of the habitus they conduct. Relational social capital is at stake by assistants with prison officers and how to build relationships with children. Economic capital refers to the efforts made by Sahabat Kapas to get funds to support assistance through entrepreneurship and opening donations. Cultural capital includes the whole intellectual/knowledge gained by assistance through training that is useful to assist children in correctional institutions/detention centers/Institute for Special Development Children (LPKA). Symbolic capital is manifested in the form of awards from the government for Sahabat Kapas and assistance awards for children in the form of gifts. ; Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan (AKKR) adalah anak yang harus mendapat bantuan dan motivasi untuk mendapatkan haknya. Pada praktiknya dalam kehidupan nyata, mereka untuk sementara waktu terpaksa berada di Lapas/Rutan/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) akibat melanggar hukum. Seharusnya hal itu tidak membuat mereka dijauhi, tapi malah harus dibantu. Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan membutuhkan penegakan hukum dalam pemenuhan haknya. Keberadaan Sahabat Kapas sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) nirlaba yang berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia, memberikan perhatian dan kepedulian bagi Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk-bentuk praktik sosial berbasis habitus di organisasi Sahabat Kapas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan strukturalisme genetik Bourdieu. Informan ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi informan di lapangan, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dalam tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan. Data diverifikasi dengan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sahabat Kapas menjadi alternatif pendampingan Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan yang dilaksanakan di Lapas/Rutan/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Praktik sosial yang dilakukan Sahabat Kapas dalam mendampingi Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan mengikuti modal yang mereka miliki dan riwayat habitus yang mereka lakukan. Modal sosial relasional dipertaruhkan oleh pendamping dengan petugas lapas dan bagaimana membangun hubungan dengan anak. Modal ekonomi mengacu pada upaya Sahabat Kapas untuk mendapatkan dana bantuan melalui wirausaha dan membuka donasi. Modal budaya mencakup seluruh intelektual/pengetahuan yang diperoleh dengan bantuan melalui pelatihan yang berguna untuk mendampingi anak di Lapas/Rutan/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Modal simbolik diwujudkan dalam bentuk penghargaan dari pemerintah kepada Sahabat Kapas dan penghargaan pendampingan kepada anak-anak berupa hadiah.
BASE