Suchergebnisse
Filter
4 Ergebnisse
Sortierung:
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN (Kajian Strategis Kepemimpinan Berbasis Gender)
Abstract : Terms of women's emancipation or gender equality is often touted in almost all corners of the world, able to open a general idea to rethink creature named women to become leaders, even heads of state. The discussion will be more interesting when the position of women in the social facts are also removed. It is of course behind the reconstruction of the position of women in the historical and political arena. Both studies and evidence from the Quran, the Hadith, and the explanation of the experts in the field, shows that women do not experience gender barriers to explore her potential and release energy to become a leader in the community when the community around it has not considered taboo and acknowledged benefits. In addition, the permissibility of being a leader must also be supported by personal qualities include: ability, capacity, faculty, and skills. Abstrak : Ketentuan emansipasi perempuan atau kesetaraan gender sering disebut-sebut hampir di seluruh penjuru dunia, mampu membuka ide umum untuk memikirkan kembali makhluk bernama perempuan untuk menjadi pemimpin, bahkan kepala negara. Pembahasan akan lebih menarik bila posisi perempuan dalam fakta-fakta sosial juga dihapus. Hal ini tentu saja di balik rekonstruksi posisi perempuan di arena sejarah dan politik. Kedua studi dan bukti dari Al-Qur'an, Hadits, dan penjelasan dari para ahli di lapangan, menunjukkan bahwa wanita tidak mengalami hambatan gender untuk menggali potensi dan melepaskan energi untuk menjadi pemimpin di masyarakat ketika masyarakat di sekitarnya belum tabu dipertimbangkan dan manfaat diakui. Selain itu, kebolehan menjadi seorang pemimpin juga harus didukung oleh kualitas pribadi meliputi: kemampuan, kapasitas, fakultas, dan keterampilan
BASE
Implementasi CEDAW tentang Penghapusan Diskriminasi Perempuan : Studi Kasus Pemilu di Indonesia Tahun 2009 dan 2014
United Nations as international organization issued an international convention to eliminate discrimination towards women, called CEDAW (Convention on Elimination of All Form of Discrimination Against Women). As the one of the nation that ratified the convention, Indonesia, adopted CEDAW articles that becomes UU RI No. 7 Tahun 1984. Indonesia agreed to prevent further discrimination towards women and implement all the policies written on those article. Unfortunately, the success and implementation of CEDAW is still doubtful, especially in political realm. The number of women political participation never reached 30% according to the affirmative action that is stated in Indonesian Constitution. The 2009 and 2014 general election showed that women's representation in parliament in still low and not having significant change. The success of CEDAW can be seen from women's political participation, measured by international indicator called GEM (Gender Empowerment Measure). GEM is used to measure shift and effectiveness of the implementation of CEDAW Convention in Indonesia, especially in political participation. This article concluded that CEDAW International Convention in political participation is not effective yet, considering the number of women in parliament not balanced with ratio of women citizen in Indonesia.
BASE
Perkembangan Keterwakilan Politik Perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Barat (Studi Komparatif Kebijakan Affirmative Action Periode Pemilu Legislatif 2004-2014)
Abstrak: Rendahnya angka keterpilihan perempuan di lembaga Legislatif di Indonesia masih menjadi kajian menarik oleh beberapa kelompok sampai sekarang, sebut saja diantaranya yaitu kelompok pegiat gender. Salah satu lembaga legislatif di Indonesia yang memiliki masalah dengan angka rendahnya keterpilihan perempuan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat. Sejak hadirnya kebijakan pemerintah yang tertuang dalam pasal 65 UU nomor 12 tahun 2003 yaitu tentang penetapan kuota 30% keterwakilan politik perempuan di legislatif sebagai affirmative action dalam pemilu 2004 sampai sekarang, faktanya kebijakan tersebut masih belum mampu meningkatkan jumlah keterpilihan perempuan di lembaga legislatif. Selama 3 periode pemilu, jumlah laki-laki masih diatas jumlah perempuan. Bahkan angka kritis 30% untuk perempuan di lembaga legislatif pun tidak tercapai. Sejauh ini, angka maksimal keterpilihan perempuan yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat hanya berjumlah 7 orang dari total keseluruhan sebanyak 65 orang. Tentunya, affirmative action perlu mengalami perbaikan lagi, sampai akhirnya kebijakan itu dapat menjadi solusi terhadap krisis perempuan dalam politik. Dari berbagai faktor penyebab tidak tercapainya tujuan peningkatan perempuan di lembaga legislatif, sepertinya butuh pembedahan kasus yang lebih mendalam lagi. Gunanya agar kebijakan yang dihasilkan lebih tepat sasaran, efektif dan efisien. Sedangkan manfaat akhirnya adalah dapat menjadi masukan untuk pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan affirmative action yang sukses meningkatkan angka perempuan di lembaga legislatif di Indonesia pada umumnya dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat khususnya. Penelitian ini mempergunakan metode kualitatif dengan teknik komparatif. Adapun beberapa konsep dan teori yang dipergunakan yaitu konsep affirmative action, teori keterwakilan politik perempuan, dan konsep bias gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala masih rendahnya keterwakilan politik perempuan di ...
BASE