Indonesia suffered an explosion of religious violence, ethnic violence, separatist violence, terrorism, and violence by criminal gangs, the security forces and militias in the late 1990s and early 2000s. By 2002 Indonesia had the worst terrorism problem of any nation. All these forms of violence have now fallen dramatically. How was this accomplished? What drove the rise and the fall of violence? Anomie theory is deployed to explain these developments. Sudden institutional change at the time of the Asian financial crisis and the fall of President Suharto meant the rules of the game were up for grabs. Valerie Braithwaite's motivational postures theory is used to explain the gaming of the rules and the disengagement from authority that occurred in that era. Ultimately resistance to Suharto laid a foundation for commitment to a revised, more democratic, institutional order. The peacebuilding that occurred was not based on the high-integrity truth-seeking and reconciliation that was the normative preference of these authors. Rather it was based on non-truth, sometimes lies, and yet substantial reconciliation. This poses a challenge to restorative justice theories of peacebuilding.
The deed of change of Darussalam Maluku Education Foundation was established by a Notary named M. Husain Tuasikal,S.H.,MKn, and was legalized by the Ministry of Law and Human Right of Indonesia. It does not have legal framework because it refers to the Notarial Deed Number:01/2008 dated the 6th of October,2008 which no longer has legal force. Its validity is also objected by the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia thus, a new foundation is established by changing the name of Darussalam Foundation to Darussalam Maluku Foundation. The objectives of this research is to discover and to analyze the legal consequence incurred from the drawing up of deed of change of a foundation name before a Notary that may lead to an illegal act. The deed includes the assets possessed by the foundation that is also managed by Darussalam Ambon Foundation and related with the verdict of the supreme court of the Republic of Indonesia Number 404 PK/PDT/2018. It was discovered from the judge's consideration that the Notary, in drawing up the deed, has made mistaked as an official and has neglected human right as government that has to make an acknowledgement, to issue a decree, and to analyze judge's legal consideration concerning the issuance of deed of change of foundation, which is supposed to be decided by the owner of the foundation or his heirs; thus, if the owner has passed away, the drawing up of the deed has to be attended by the theirs and the board of patrons of the foundation in relation with the verdict of the supreme court of the Republic of Indonesia Number 404 PK/PDT/2018 Abstrak Akta Perubahan Yayasan Pendidikan Darussalam Maluku yang dibuat oleh Notaris M.Husain Tuasikal,SH.,MKn yang telah disahkan oleh kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tidak mempunyai dasar hukum karena mengacu kepada Akte Notaris Nomor: 01 Tahun 2008 tanggal 6 Oktober 2008 yang sudah tidak mempunyai kekuatan hukum dan pengesahannya telah ditolak oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,sehingga dibentuk Yayasan baru dari Peralihan nama Yayasan Darussalam dengan nama Yayasan Darussalam Maluku. Tujuan yaitu untuk mengetahui sekaligus menganalisis Akibat Hukum yang ditimbulkan dari Pembuatan Akta Perubahan Yayasan yang dibuat di hadapan notaris yang dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum yang di dalamnya terdapat asset-asset yang dimiliki oleh Yayasan yang termasuk pengelolaan Universitas Darussalam Ambon yang dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 404 PK/PDT/2018,mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam terjadinya kesalahan atau kelalaian yang dilakukakan Notaris selaku pejabat dalam pembuatan akta dan Hak Asasi Manusia selaku pihak pemerintahan yang memberikan pengakuan dan penerbitan surat keputusan, dan menganalisis pertimbangan hukum majelis hakim tentang pernerbitan akta perubahan yayasan yang harus merupaka suatu keputusan dari pemilik yayasan ataupun Ahli Warisnya,jika pemilik yayasan sudah meninggal dunia dan harus dihadiri oleh Ahli waris,dan Organ Pembina Yayasan yang dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 404 PK/PDT/2018.
Amandemen atau Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah melahirkan lembaga Mahkamah Konstitusi yang bertugas sebagai pelindung atas pelaksanaan amanat konstitusi dan menjamin terlaksananya hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sehingga seharusnya dapat berlaku juga secara konsisten terhadap permasalahan yang sama. Sementara itu, jika Mahkamah Konstitusi adalah sebagai the guardian of contitution, di sisi lain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebuah konstitusi negara Indonesia yang harus dijaga dan dijamin pelaksanaannya oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam upaya menunjang pendidikan yang bermutu, pemerintah mengalokasikan anggaran minimal pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Daerah sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Namun sayangnya anggaran pendidikan sebesar 20% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hanya formalitas. Sementara itu, sejak tahun 2005 Mahkamah Konstitusi pernah memutus beberapa pengujian terkait anggaran minimal pendidikan. Diantaranya Mahkamah Konstitusi membatalkan dan menjadikan ketentuan 'bertahap' menjadi tidak berlaku. Tetapi diwaktu yang sama, Mahkamah Konstitusi juga memutus tidak dapat menerima (niet ontvankelijk verklaard) pengujian Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 yang belum menerapkan anggaran pendidikan minimal 20% pada APBN 2005. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif didapati bahwa pertimbangan dan putusan Mahkamah Konstitusi turut mempengaruhi upaya mewujudkan anggaran minimal 20% bagi pendidikan. Hingga saat ini menurut Neraca Pendidikan Daerah yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), masih banyak Kota dan Kabupaten yang mengalokasikan kurang dari 10 persen APBD untuk pendidikan. Third Amendment of the Constitution 1945 of the Republic of Indonesia has established a Constitutional Court which asks for protection of the implementation of the mandate of the constitution and guarantees the implementation of constitutional rights for every Indonesian citizen. His verdict against the end and binding can finally be applied also against the end of the same. Meanwhile, if the Constitutional Court is the guardian of the constitution, on the other hand the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is the constitution of the Indonesian state which must be safeguarded and approved by the Constitutional Court. To support education, the government allocates a minimum education budget 20% of the State and regional Budget. However, the education budget of 20% of the State Revenue and Expenditure Budget (APBN) and the Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD) are only formalities. Meanwhile, since 2005 the Constitutional Court has decided on several trials related to the minimum education budget. Among them, the Constitutional Court canceled and made the 'gradual' provision invalid. But at the same time, the Constitutional Court also decided that it could not accept (niet ontvankelijk verklaard) the review of Law Number 26 of 2004 which had not implemented a minimum education budget of 20% in the 2005 State Budget. By using the normative legal research method, found that the considerations and decisions of the Constitutional Court also influence efforts to realize a minimum budget of 20% for education. Until now, there are still many Cities and Regencies that allocate less than 10 percent of the APBD for education.
This article narrated the journey in Indonesian economic history and the dynamic development of the familyhood principle and the cooperatives ideas. The familyhood principle and the cooperatives ideas were chosen by the Founders of Indonesian Nation as the bases for regulating national economy in the Constitution of Indonesia. This choice was motivated by the economic history since the arrival of Europeans to conduct an international trade of spices in 1512 until the end of Dutch colonialism in 1942. The formulation of economic stipulations in the Constitution was aimed at transforming the economy from a colonial one to the democratic national economic system which is in accordance with the values and cultures of adat communities. To perform this economic transformation, cooperatives is chosen to be the business structure and also economic system. Cooperatives as an institution originating from European thoughts is believed to be in accordance with the values and cultures of adat communities that is communalistic, which in the Constitution is termed familyhood principle. The dynamics and development of familyhood principle are highly dependent on the political will of economic policymakers. However, since the birth of the Constitutional Court in the era of political democracy there were very interesting developments in Indonesia. The judicial review of the Cooperatives Law is an example in which Constitutional Court plays an important role in guarding the familyhood principle and the cooperatives ideas as the bases for regulating the national economy. ; Este artículo narra el viaje en la historia económica de Indonesia y el desarrollo dinámico del Principio de la Familia y las ideas cooperativas. El principio de la Familia y las ideas cooperativas fueron elegidas por los fundadores de la nación Indonesia como las bases para regular la economía nacional en la Constitución de Indonesia. Esta elección fue motivada por la historia económica desde la llegada de los europeos para llevar a cabo un comercio internacional de especias en 1512 hasta el final del colonialismo holandés en 1942. La formulación de las estipulaciones económicas en la Constitución tenía como objetivo transformar la economía de una economía colonial a el sistema económico nacional democrático que está de acuerdo con los valores y las culturas de las comunidades adat. Para realizar esta transformación económica, las cooperativas se eligen para ser la estructura empresarial y también el sistema económico. Se cree que las cooperativas como una institución que se origina en los pensamientos europeos están de acuerdo con los valores y las culturas de las comunidades adat que son comunalistas, lo que en la Constitución se denomina Principio de Familia. La dinámica y el desarrollo del Principio de Familia dependen en gran medida de la voluntad política de los encargados de formular políticas económicas. Sin embargo, desde el nacimiento del Tribunal Constitucional en la era de la democracia política, hubo desarrollos muy interesantes en Indonesia. La revisión judicial de la Ley de Cooperativas es un ejemplo en el que el Tribunal Constitucional desempeña un papel importante en la protección del Principio de Familia y las ideas de las cooperativas como bases para regular la economía nacional.
Community organizations (Ormas) in a country are evidence of the existence of democracy in a country. Indonesia is a constitutional state as well as a democratic state according to Article 1 Paragraphs 2 and 3 of the 1945 Constitution. The existence of mass organizations is recognized and protected in Indonesia as part of the state's recognition of the rights of every citizen to freedom of association and assembly. The dissolution of CSOs carried out without court procedures, according to the author, is a violation of the concept of the rule of law adopted by Indonesia as well as the castration of the rights of association, assembly, and expression of opinion in a democratic country. This study uses a socio-legal approach, with analytical descriptive research methods. Sources of data used are primary data in the form of interviews. The primary legal materials used in this research are the Law on Ormas; and SKB concerning the Prohibition of Activities Using Symbols and Attributes and Termination of FPI Activities. The results of the study stated that the disbandment of mass organizations was politically and ideologically motivated, namely differences in political attitudes and aspirations between Islamic organizations and the government. The dissolution of mass organizations is the impact of the applied procedural democracy. Democracy is not practiced substantially, in a democratic climate, differences in aspirations are a necessity. The disbandment of mass organizations has an impact on disharmony relations between religion and the state, between religious adherents and the government, and has the potential to cause polarization in society. The direct impact of the disbandment of Islamic organizations is the difficulty of building a synergistic relationship between religion and the state, between religious adherents and the government.[]Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara. Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Keberadaan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia sebagai bagian bentuk pengakuan negara atas hak setiap warga negara atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pembubaran Ormas yang dilakukan tanpa prosedur pengadilan menurut penulis adalah menyalahi konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia sekaligus pengkebirian hak-hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat di negara demokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal, dengan metode penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang berupa hasil wawancara. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas; dan SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarbelakangi politis dan ideologis, yakni perbedaan pandangan sikap politik dan aspirasi antara ormas Islam dengan pemerintah. Pembubaran ormas merupakan imbas dari demokrasi prosedural yang diterapkan. Demokrasi tidak dipraktikkan secara substansial, dalam iklim demokrasi perbedaan aspirasi adalah keniscayaan. Pembubaran ormas berdampak pada hubungan yang disharmoni antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah, dan berpotensi menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Dampak langsung dari pembubaran ormas Islam adalah kesulitan membangun relasi sinergi antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah.
Penyakit DBD termasuk masalah kesehatan di Indonesia yang memerlukan penanganan serius, mengingat DBD termasuk penyakit yang sangat potensial untuk menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Iklim tropis merupakan media tumbuhnya penyakit DBD, termasuk DKI Jakarta - ibukota negara Indonesia. Pada tahun 2018, Jakarta Barat menempati posisi teratas untuk kasus DBD dibanding kota administrasi lainnya. Penelitian ini mengambil fokus di Jakarta Barat, khususnya di Kecamatan Tambora sebagai kecamatan terpadat di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara. Jumlah penduduk yang padat dan lingkungan terbatas, memungkinkan bagi penularan penyakit DBD secara cepat.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk memahami bagian kehidupan sosial manusia berdasarkan gambaran menyeluruh (holistic) dan kompleks dengan informan berjumlah 15 orang.Penelitian ini menggunakan enam karakteristik primer implementasi kebijakan dari Van Horn dan Van Meter, yaitu : 1) Policy standard and objective, 2) The resources and ancentive made available, 3) The quality of inter-organizational relationships, 4) The characteristics of the implementation agencies, 5) The economic, social and political environment dan 6) The disposition or response of the implementers. Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kebijakan masih belum efektif, sebagaimana teori Van Meter & Van Horn yang mengungkapkan bahwa enam karakteristik tersebut harus ada dan terintegrasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa selain ke enam karakteristik implementasi kebijakan, perlu ada interpretation yang sama dalam hal keterkaitan pengendalian penyalit DBD di setiap Perangkat Daerah yang ada di Pemerintah Jakarta Barat maupun pelaksana-pelaksana kebijakan tersebut di Kecamatan Tambora Jakarta Barat. DHF is a health problem in Indonesia that requires serious treatment, considering DHF is a disease that has the potential to become an Extraordinary Event. The tropical climate is a medium for the growth of dengue fever, including DKI Jakarta - the national capital of Indonesia. In 2018 the West Jakarta Administrative City occupies the top position for dengue cases compared to other administrative cities. This research takes focus in West Jakarta, specifically in Tambora Subdistrict as the most populous sub-district in Indonesia but also in Southeast Asia. The population is dense and the environment is limited, allowing for rapid transmission of DHF.This study uses qualitative methods to understand parts of human social life based on a holistic and complex picture with 15 informants.This study uses six primary characteristics of the implementation of policies from Van Horn and Van Meters, namely: 1) Policy standards and objectives, 2) The resources and threats made available, 3) The quality of inter-organizational relationships, 4) The characteristics of the implementation agencies, 5) The economic, social and political environment and 6) The disposition or response of the implementers.The results showed that the implementation of the policy was still not effective, as the theory of Van Horn and Van Meter revealed that the six characteristics must be present and integrated. The results of the study revealed that in addition to the six characteristics of policy implementation, there needs to be the same interpretation in terms of the relationship between DHF control control in each Regional Apparatus in the West Jakarta Administrative City Government and the implementers of the policy in the Tambora District, West Jakarta Administrative City.
The Handling of corruption now is indeed more oriented to how to put as many corruptors as possible into a Penitentiary, while corruption itself is still rampant. The deterrent effect which is currently no longer felt by corruption convicts while serving prison sentences and the overflow of prisoners who are no longer sufficient, makes the government move quickly and look for a legal breakthrough related to reducing the level of corruption in Indonesia. The Attorney General's Office of the Republic of Indonesia (RI) as one of the Law Enforcement Officers who have the authority to carry out Corruption Criminal Investigations has issued a Circular Letter for the Deputy Attorney General for Special Crimes (SE Jampidsus) Number: B-765/F/Fd.1/04/2018 dated April 20 2018 concerning the Technical Guidelines for Handling Corruption Case Investigation Stage, which in essence the Investigation must be strived to find the amount of State Financial Losses, which meant the cooperative attitude of the parties involved to recover the financial losses of the State, it can be taken into consideration as a non-continuation of the legal process which certainly takes into account certain limitations (restorative justice). The problem is how to apply the restorative justice model in an effort to recover state losses. The research results obtained are, the application of restorative justice methods conducted by the Republic of Indonesia's Attorney General's Office can be optimally used in handling corruption cases specifically for the recovery of state finances and future expectations related to handling cases of corruption in Indonesia. ; Penanganan tindak pidana korupsi saat ini memang lebih berorientasi terhadap bagaimana memasukkan para koruptor sebanyak-banyaknya ke dalam Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan korupsi sendiri masih tetap merajalela. Efek jera yang saat ini sudah tidak lagi dirasakan oleh para terpidana korupsi ketika menjalani hukuman penjara serta meluapnya jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan yang sudah tidak mencukupi lagi, membuat pemerintah bergerak cepat dan mencari suatu terobosan hukum terkait penurunan tingkatan korupsi di Indonesia. Kejaksaan Republik Indonesia (RI) sebagai salah satu Penegak Hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi telah mengeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (SE Jampidsus) Nomor: B-765/F/Fd.1/04/2018 tertanggal 20 April 2018 perihal Petunjuk Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Tahap Penyelidikan, yang pada intinya Penyelidikan harus diupayakan untuk menemukan besaran Kerugian Keuangan Negara, yang dimaksudkan sikap kooperatif dari pihak yang terlibat untuk pengembalian kerugian keuangan Negara, dapat dijadikan pertimbangan tidak dilanjutkannya proses hukum yang tentunya tetap memperhatikan batasan-batasan tertentu (restorative justice). Permasalahannya adalah bagaimanakah penerapan model restorative justice dalam upaya pengembalian kerugian Negara. Dalam pembahasan penelitian ini digunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, penerapan metode restorative justice yang dilakukan oleh institusi Kejaksaan RI dapat secara optimal digunakan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi khususnya untuk pemulihan keuangan Negara serta harapan di masa mendatang terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia.
Media massa menyusun peristiwa yang terjadi hingga menjadi wacana yang bermakna. Keseluruhan isi berita media massa adalah realitas yang telah dikontruksi dalam bentuk wacana yag bermakna. Kekuatan dan pengaruh media massa khususnya media televisi masih menjadi medium utama dalam menyihir pemirsa televisi. Dalam menkonsumsi media berdasarkan temuan survei media research Nielsen dengan nilai presentase 95 %. Masalah krusial dalam kehidupan manusia adalah kebijakan pemerintah (negara). Kebijakan pemerintah sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan. Belakangan ini di Indonesia, terjadi polemik saat pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 berisi perubahan atas Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemberitaan Program Indonesia Lawyers Club TVOne Episode "Panas Setelah Perppu Ormas" dan Mata Najwa Episode "Menangkal yang Radikal" menarik dikaji lebih dalam. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif isi dengan strategi analisis teks media yakni Analisis framing. Peneliti bermaksud untuk melihat framing yang dikontruksi oleh kedua media tersebut dan mengungkapkan aspek-aspek ideologi media dalam mengkontruksi pemberitaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontruksi berita mengemukakan bahwa Program Indonesia Lawyers Club TVOne Episode "Panas Setelah Perppu Ormas" cenderung lebih mengkritisi Perppu Ormas. Hal ini tampak pada narasi pemberitaan, visual image, serta pemilihan narasumbernya. Sedangkan Mata Najwa Episode "Menangkal yang Radikal" Metro TV lebih menonjolkan pemberitaan mengenai mengukuhkan ideologi negara, mengupas soal HTI dan bahaya radikalisme. Hal ini tampak pada narasi pemberitaan, visual image, serta pemilihan narasumbernya.AbstractThe mass media make reality of the events that happen to be a meaningful discourse. The overall content of the news media is a reality that has been contructed in the form of meaningful discourse. The strength and influence of mass media, especially television media is still the main medium in bewitching television audiens. In the media consumption based on findings survey of Nielsen research media with a percentage of 95%. Crucial problem in human life is government policy (state). Government policy is very big influence in life. Lately in Indonesia, there was a polemic when the government issued a Government Regulation in Lieu of Law No. 2 of 2017 contains amendments to Law No. 17 of 2013 on Social Organizations. Reporting on the Indonesia Lawyers Club TVOne Programme Episode "Heat After the Mass Organization" and the Mata Najwa Episode "Radical Prevent" attracts a deeper review. This research method using qualitative approach of content with media text analysis strategy that is framing analysis. The researcher intends to see the framing constructed by both media and reveal aspects of media ideology in constructing the news. The results show that the news construction suggests that the Indonesia Lawyers Club TVOne Programme Episode "Heat After the Mass Organization" tends to be more critical of the mass organizations. This can be seen in the narrative of the news, visual image, and the selection of the source. While Mata Najwa Episode "Radical Prevent" Metro TV further highlight the news about strengthening the country's ideology, explore about HTI and the danger of radicalism. This can be seen in the narrative of the news, visual image, and the selection of the source.
ABSTRAK Penduduk di Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan yang cepat, terlebih lagi dewasa ini Indonesia mengalami fenomena peningkatan jumlah lansia yang begitu besar atau yang dapat kita kenal dengan ledakan penduduk usia lanjut, Angka pertumbuhan lansia terus meningkat setiap tahun. Menurut data Bappenas yang dikelola oleh Chandra menyatakan bahwa pada tahun 1980, penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2% dari total jumlah penduduk. Inovasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sedikit memberikan angin segar bagi efektivitas pelayanan kesehatan khususnya para lansia di kota Yogyakarta. Mengingat bahwa kota Yogyakarta merupakan kota dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di Indonesia. Pemerintah kota Yogyakarta dan Dinas Kesehatan telah melakukan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak sehingga berdirilah rumah sehat lansia yang beralamatkan di jalan Pakel Baru, Sorosutan Umbulharjo-Yogyakarta, didirikan pada tahun 2013 dan sudah beroperasi hingga sekarang. Bahkan inovasi Rumah Sehat Lansia ini telah masuk dalam 33 inovasi pelayanan terbaik oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan). Pemerintah kota Yogyakarta hendaknya memperhatikan fasilitas-fasilitas kesehatan mislanya peralatan medis, kamar dan tempat tidur pasien sehingga rumah sehat lansia dapat menampung pasien untuk menjalani rawat inap demi pelayanan kesehatan yang berkualitas. Memperhatikan jumlah tenaga medis dokter dan perawat yang menangani para lansia. Mengingat selama ini kunjungan dokter efektifnya hanya 2 kali dalam seminggu yakni hari rabu dan sabtu. Sehingga dengan jumlah dokter yang memadai maka jumlah kunjungan dokter dapat diperbanyak lagi bahkan diharapkan dapat melayani setiap hari mengingat jumlah pasien yang tidak sedikit. Keyword : Inovasi, DIY, Lansia, Pelayanan Kesehatan. ABSTRACT The population in Indonesia is currently increasing rapid growth, again nowadays Indonesia is experiencing the phenomenon of an increase in the number of elderly people who can be bigger than we can grow rapidly, the growth rate of the elderly continues to grow every year. According to data from Bappenas managed by Chandra, in 1980, the elderly population was only 7.7 million or 5.2% of the total population. The innovation carried out by the Yogyakarta City Health Office gives a little fresh air to the health care needs of the elderly in the city of Yogyakarta. Given the city of Yogyakarta is the city with the largest number of elderly population in Indonesia. The Yogyakarta city government and the Health Office have made good cooperation with the relevant parties to stand up for a healthy elderly house addressing Jalan Pakel Baru, Sorosutan Umbulharjo-Yogyakarta, established in 2013 and now available. Actually the innovation of the Elderly Healthy House has been included in the 33 best service innovations by the Ministry of Administrative Reform (Kemenpan). The Yogyakarta city government pays attention to health facilities such as medical equipment, rooms and patient beds so that elderly healthy homes can accommodate patients to increase hospitalization in accordance with quality health services. Noting the number of medical personnel and nurses who add to the elderly. It is hoped that during the doctor's visit it will be effective only 2 times a week, Wednesday and Saturday. The recommended amount that can be received every day Keyword: DIY, Elderly, Innovation
Preface: 2nd Annual Conference for Muslim Scholars (AnCoMS) tahun 2018 KATA PENGANTAR EDITOR Puji syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Proceedings 2nd Annual Conference for Muslim Scholars (AnCoMS) tahun 2018 dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan ini memiliki tema "Strengthening the Moderate Vision of Indonesian Islam" dengan tujuan sebagai berikut: (1) memperkuat khazanah ilmu keislaman yang bercorak moderasi islam dari berbagai sudut pandang disiplin keilmuan; (2) memfasilitasi temu jaringan ilmiah pada intelektual muslim di lingkungan perguruan tinggi; dan (3) menerbitkan karya-karya ilmiah interdisipliner dan multidisipliner dari intelektual muslim. Maraknya gerakan Islam di Indonesia dengan karakter yang cenderung militan, skriptural, dan ideologis (politik) menjadi pemikat tersendiri di kalangan umat Islam. Sementara di sisi lain adanya kekhawatiran muncul ketika Islam terlalu terseret ke ranah politik akan menimbulkan subordinasi agama di bawah kepentingan kekuasaan. Kekhawatiran ini mendorong mayoritas umat Islam di Indonesia untuk mendudukan agama Islam ke ranah yang tidak ekstrim, yakni Islam Moderat. Munculnya Islam moderat bagi sebagian besar umat Islam di Indonesia diyakini merupakan solusi terbaik bagi bangsa Indonesia, karena pada ranah ini Islam betul-betul menjadi agama yang rahmatan lil 'alamin. Gerakan Islam moderat menjadi visi bersama bagi mayoritas kaum muslimin di Indonesia. Gerakan ini dipelopori oleh organisasi Islam mayoritas, khususnya Nahdlatul Ulama dan muhammadiyah. Meneguhkan visi moderasi Islam bagi kaum muslimin di Indonesia perlu didorong dan didukung oleh seluruh kalangan, khususnya para akademisi muslim. Untuk inilah, pada annual conference yang kedua, Kopertais Wilayah IV Surabaya berupaya untuk meneguhkan visi moderasi dalam kajian-kajian ilmiah yang diharapkan dapat berkontribusi pada pemikiran Islam moderat di perguruan tinggi. 2nd Annual Conference for Muslim Scholars (AnCoMS) 2018 dengan tema "STRENGTHENING The Moderate Vision of Indonesian Islam" dilaksanakan oleh Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta Wilayah IV Surabaya (KOPERTAIS IV) pada tanggal 21-22 April 2018, bertempat di UIN Sunan Ampel Surabaya, Jl A. Yani 117 Surabaya dan Mercure Hotel-Grand Mirama Surabaya Jl. Raya Darmo No. 68-78 Surabaya. AnCoMS 2018 di dukung oleh forum-forum prodi yaitu Kementrian Agama RI, UIN Sunan Ampel, Forum Redaktur Jurnal (FOREDJ), Jurnal Maraji, Forum Dosen Komuinikasi Dosen dan Peneliti (FKDP), FKPPS, Forum Komunikasi Pendidikan Anak Usia Dini (FORDIAUD), Perkumpulan Ahwalus Syassyiah (Perkasa), dan Forum Pengelola Data Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta. Tema yang di bahas di AnCoMS 2018 meliputi bidang-bidang keislaman yaitu Islamic Economic, Islamic Law, Islamic Communication, Islamic Thought, Islamic Education, Islamic Civillization, Multidisiplinary Stuidies. Artikel yang masuk berjumlah 215 artikel, setelah melalui selelsi dan proses review maka artikel yang di terima utuk di prentasikan serta di publikasikan berjumlah 100 artikel. Dalam proses pelaksanaan AnCoMS tahun 20018 serta penerbitan proceedings ini tentu masih menyisakan kekurangan, untuk itu kami selalu menanti kritik dan saran guna penyempurnaan di tahun-tahun berikutnya. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keynote speakers, reviewers, participants, delegates, para penulis dan semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam kegiatan dan penyusunan proceedings ini. Mudah-mudahan apa yang kita lakukan dinilai ibadah oleh Allah SWT. Amin. Ketua Editor Prof. Dr. H. Abd. A'la, M.Ag.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan implementasi penilaian pada Kurikulum 2013; (2) mengidentifikasi hambatan dan keberhasilan pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013, (3) memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam mengambil kebijakan pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013. Populasi dalam evaluasi ini adalah sekolah di Indonesia jenjang sekolah dasar dan menengah. Penentuan sampel dengan purposive sampling, yaitu sekolah jenjang sekolah dasar dan menengah di 15 provinsi di Wilayah Indonesia Bagian Barat, Wilayah Indonesia Bagian Tengah, dan Wilayah Indonesia Bagian Timur. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, dokumentasi, dan Focus Group Discussion(FGD). Data dianalisis dengan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Model ini digunakan untuk mengevaluasi kesenjangan antara kriteria yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan program di lapangan. Hasil penelitian dibagi tiga tahap, yaitu: (1) perencanaan, disarankan kepada pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan membuat kisi-kisi dahulu baru membuat soal-soalnya, bukan yang dilakukan sebaliknya, juga pelatihan analisis instrumen penilaian dan membuat rubrik untuk soal uraian; (2) pelaksanaan, disarankan kepada pemerintah untuk menyederhanakan pedoman penilaian pada Kurikulum 2013, melakukan sosialisasi dan pelatihan penilaian kompetensi sikap, untuk jenjang SD perlu diberikan pelatihan teknik penilaian pada pembelajaran tematik, dan membimbing guru melakukan kegiatan analisis instrumen dan revisi butir soal; (3) pelaporan, disarankan pengambil kebijakan mengkaji kembali penggunaan rentang nilai 1-4 pada penilaian pengetahuan dan keterampilan.Kata kunci: penilaian pada Kurikulum 2013, rubrik untuk soal uraian, penilaian pada pembelajaran tematik, rentang skor 1-4 THE IMPLEMENTATION OF ASSESSMENT IN THE CURRICULUM 2013AbstractThe objectives of this study are (1) to describe the implementation of the assessment in the curriculum 2013, (2)to identify the obstacle and the success of the implementation of assessment in the curriculum 2013, and (3)to make a recommendation for policy makers to improve the implementation of assessment in the curriculum2013. The population of the study consist of the elementary schools, junior schools, and senior high schools in Indonesia. The sample was determined purposively, consisting of the elementary schools, junior schools, and senior high schools in 15 provinces in Indonesia. Data were collected through questionnaires and Focus Group Discussion (FGD). Data were analyzed using quantitative and qualitative descriptive. The findings of this study are: (1) in the planning step, the recommendations were given to principals, teachers, and head of educational districts to make socialization and workshop on developing assessment grid first, and then writing items not the other way around, and make a rubric first when writing the essay items; (2) in the implementation step, the recommendation were given to government to simplify the guidance of assessment in the curriculum 2013, to make socialization and workshop about the affective assessment, workshop thematic assessment for elementary teachers, and guiding teachers to revise and analyze the instrument; (3) in the report step, the recommendation were given to policy makers to look back at the policy of using the score range 1-4, for assessing knowledge and psychomotor domain.Keywords: assessment incurriculum 2013, rubric for essay items, assessment in thematic learning, score range 1-4
Prostitusi merupakan suatu gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat dimana seorang wanita sengaja menjual dirinya untuk melakukan hubungan seksual dengan banyak lelaki dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Prostitusi yang berkembang menjadi suatu sistem mata pencaharian tentunya tidak sesuai dengan falsafah Pancasila serta UUD NRI 1945. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan mengenai peraturan atas perempuan yang menjual diri untuk mendapatkan keuntungan (PSK). Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan historis. Jenis bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik Pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan yang diolah dengan menggunakan sistem klasifikasi bahan hukum. Bahan hukum dianalisis kemudian ditarik kesimpulan dan selanjutnya memberikan preskriptif tentang hasil penelitian. Berdasarkan interpretasi historis, terbentuknya KUHP yang diberlakukan di Indonesia dipengaruhi oleh unsur-unsur dari budaya bangsa Belanda. KUHP dapat diterapkan di Indonesia karena adanya Asas Konkordansi. KUHP tidak lahir dari budaya asli bangsa Indonesia sehingga KUHP tidak mengatur prostitusi. Meskipun prostitusi tidak diatur dalam KUHP, namun hukum adat dan hukum agama mempunyai aturan terkait dengan prostitusi. Hanya saja, karena diatur dalam hukum adat dan hukum agama saja, maka tidak ada kepastian hukumnya. Perlu adanya suatu pengaturan undang-undang terkait pemberian sanksi kepada PSK sehingga dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat terkait dengan adanya prostitusi di IndonesiaKata Kunci : Prostitusi, PSK, Kepastian HukumAbstractProstitution is a social phenomenon that occurs in a society where a woman accidentally sold her to have sex with lots of men and make it as a livelihood. Prostitution is developed into a system of livelihood is certainly not in accordance with the philosophy of Pancasila and the Constitution NRI 1945. This study aimed to analyse the problems concerning regulations on women who sell themselves for profit (PSK). This research is a normative law. The approach used is the approach of legislation, approach to the concept, and historical approach. Types of legal materials consisting of primary legal materials and secondary law. Mechanical collection of legal materials used are literature study were processed using the classification system of legal materials. Legal materials analyzed then drawn conclusions and further provides prescriptive about the study results. Based on historical interpretation, the formation of the Penal Code in force in Indonesia is influenced by elements of the culture of the Dutch nation. Criminal Code can be applied in Indonesia because of the principle Konkordansi. The Criminal Code does not come from the original culture of Indonesia so that the Criminal Code does not regulate prostitution. Although prostitution is not regulated in the Criminal Code, but the customary law and religious law have a provision related to prostitution. However, as stipulated in customary law and religious law alone, then there is no legal certainty. There needs to be an arrangement of related laws granting sanction to prostitution in order to provide legal certainty to the people associated with the prostitution in IndonesiaKeywords: Prostitution, PSK, Legal Certainity
Cover -- Title Page -- Copyright Page -- Contents -- List of Figures -- 1. The Supply of an Ideology -- 2. Exporting Islamism -- 3. Islamism in Indonesia -- 4. Islamism in Pakistan -- 5. Islamism in Britain -- 6. Islamism in the United States -- 7. Countering an Ideology -- Notes -- Bibliography -- Index.
Zugriffsoptionen:
Die folgenden Links führen aus den jeweiligen lokalen Bibliotheken zum Volltext:
The changing nature of foreign correspondence -- The culture of foreign correspondents -- The journalistic field of international newsgathering: theories and methodologies -- Why do correspondents need fixers? -- How do correspondents use fixers? -- Case study: Iraq -- Case study: Indonesia -- Conclusion
Environmental and Climate Change in South and Southeast Asia offers a cultural studies' perspective on how local cultures cope with climate changes and environmental crises. The focus is on Hindu India, Islamic Indonesia, Buddhist Thailand, and Himalayan glaciers
Zugriffsoptionen:
Die folgenden Links führen aus den jeweiligen lokalen Bibliotheken zum Volltext: