In the last few years, issues related to human rights have acquired great importance in shaping the character of U.S.-Muslim relations. Many Muslims doubt the seriousness of the U.S. commitment to the cause of human rights and democracy in the Muslim world, believing that the United States applies human rights' standards selectively to suit its strategic and economic interests. Irrespective of the validity of these charges, they are part of the context of the U.S.-Muslim dialogue on human rights that this volume seeks to advance.
Zugriffsoptionen:
Die folgenden Links führen aus den jeweiligen lokalen Bibliotheken zum Volltext:
In a new Indonesian format, there appears a great desire to accelerate people's economy as the basis of the economic stability and national defense. This is due to the fact that indicates that the collapse of the Indonesian economy nowadays is dramatically caused by the weakness of the fundamentals of the national economy in which small and mediom enterprises cannot get a chance to develop to a maximum.It is in this effort that the populist's economy as an economic system oriented to people's interest and empowerment may be an alternative to make it awake. This means shifting from a capitalistically economic system to a populist's one. Hence, it is necessary to make an integral, actual and realistic concept which may be implemented in the concrete and consistent policy and conduct of political economy. In addition, the problems faced to carry out the populist' economic system are: 1) culture, 2) structure, 3) environment. The first problem (culture) refers to industrial and agraria culture, work ethos; the second problem (structure) involves capital, market, and technological expertise; whereas the last problem (environment) comprises geographical environment, people's tradition, and internal work culture.In line with those above, The Islamic ethics as a moral foundation in all aspects of life has a significant role in offering ethic guidelines in the Indonesian people's economic order, most of which are Islam (80%). The ethic-normative doctrines in Islam consist of those to take much care of the poor, orphan, equality, ownership in relation to others' rights, fair and just competition, significantly mutual cooperation and so on.
The main objective of the study on temporary marriage in Shi?i and Sunni Islam by Khalid Sindawi is to analyze and survey the views of Islamic jurists both ancient and modern on the issue of temporary marriage, that is, a marriage that is limited in time, and whether such a marriage is licit or not. Using juridical texts, religious rulings (fatawa), independent opinions and more, this study illuminates the main disputes among early and modern Islamic scholars and tracks the sources of the obvious disagreements on this matter in Islamic religious circles. It also discusses the social aspects of
Zugriffsoptionen:
Die folgenden Links führen aus den jeweiligen lokalen Bibliotheken zum Volltext:
Dalam fenomena perpolitikan di Pilwako Pekanbaru ini, banyak yang memanfaatkan nilai-nilai relegius atau agama sebagai alat untuk untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat, sekaligus juga menyerang calon lain dan membuat masyarakat mempertimbangkan untuk tidak memilih calon lain tersebut. Salah satu nilai-nilai agama yang menjadi diskusi sekaligus alat kampanye dalam Pilwako Pekanbaru adalah isu kepemimpinan wanita. Karena salah satu calon wali kota pekanbaru adalah wanita. Sehingga banyaklah seleba ran, diskusi dan bahkan ceramah agama yang membicara kan tentang kepemimpinan wanita, baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung. Permasalahan yang dijadikan kajian dalam peneliti an ini adalah bagaimana kepemimpinan wanita menurut Islam, bagaimana pendapat para muballigh Riau tentang kepemimpinan wanita, apa saja dalil-dalil hukum Islam yang mereka ungkapkan untuk menguatkan pendapat mereka, dan bagaimana pandangan mereka terhadap calon walikota pekanbaru, Septina Primawati Rusli. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Dengan menggunakan metode field research, atau dapat pula disebut dengan survey research, peneliti terjun langsung menggali data di lapangan dengan cara mengadakan survey, angket, wawancara dan melakukan deskripsi di lapangan untuk ber usaha menggambarkan sebuah kenyataan atau fenomena, sehingga di sana bisa diketahui persepsi dan reaksi yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat munculnya calon walikota Pekanbaru dari kalangan wanita secara deskriptif eksploratif. Dari penelitian ini dapat peneliti simpulkan sekaligus menjawab pertannyaan penelitian ini, yaitu pertama, ke pemimpinan wanita menurut Islam ada tiga kelompok ulama yang menyatakan pendapatnya berkaitan dengan hal ter sebut, yaitu: pertama, wanita tidak boleh menjadi pemimpin, pendapat ini diwakili oleh tokoh madzhab terkenal seperti, Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad Ibnu Hanbal. Kedua, wanita boleh menjadi pemimpin, apabila wanita tersebut memiliki kapabilitas dan kompetensi yang memadai pendapat ini diwakili oleh tokoh fiqh rasional, Imam Abu Hanifah. Ketiga, wanita boleh menjadi pemimpin secara mutlak. Pendapat ini diwakili oleh imam Ibnu Jarir Al-Thabary. Sejalan dengan imam Thabary, imam Ibnu Hazm juga mengemukakan ke bolehan wanita sebagai pemimpin secara mutlak. Kedua, pendapat para muballigh Riau tentang kepe mimpinan wanita dapat disimpulkan pada lima belas tema, yaitu wanita karena kudratnya seperti haid, hamil, melahir kan dan menyusui akan menghalangi dan mengganggu memimpin daerah, wanita bila menjadi pemimpin akan membawa kerugian bagi daerah, wanita lebih banyak menggunakan perasaan dari pada akalnya dalam memim pin daerah, sebagaimana shalat, imam adalah laki-laki dan wanita berada pada shaf di belakang laki-laki, wanita bila menikah tidak dapat menjadi wali bagi dirinya, ia harus mendapat izin dari wali laki-lakinya, wanita pada tabiat dan perilakunya cnderung membawa kerusakan, wanita mudah putus asa dan mudah dirayu dan iba hati, laki-laki lebih didahulukan menjadi pemimpin daripada wanita, Allah lebih meninggikan derajat laki-laki dari wanita baik dari masalah kesaksian, warisan, dan rumah tangga, Rasul ullah tidak pernah mengangkat gubernur (amir) atau wali daerah dari kaum wanita, semua para Rasul dan Nabi ada lah laki-laki, begitu juga semua khalifah ada laki-laki dan pemimpin pasukan tempur untuk melawan musuh juga seorang laki-laki, wanita tidak kuat memimpin (walikota), haram wanita menjadi khalifah (kepala negara), mu'awwin (pembantu khalifah), wali (penguasa daerah), qadhi madzalim (hakim yang memutuskan perkara kezaliman penguasa), wanita boleh hukumnya menjadi pemimpin perusahaan, pemimpin organisasi, anggota majelis ummat, kepala depar temen, dan rektor, banyak ayat dan hadis satu pun yang se cara jelas mensyaratkan pemimpin harus laki-laki. Ketiga, dalil-dalil hukum Islam yang mereka gunakan untuk menguatkan pendapat mereka adalah al-Quran, hadis, ijma' ulama, dan qiyas, serta prinsip keadilan dan kesetara an gender dalam Islam. Mereka juga mengambil dalil-dalil yang mendukung bahwa wanita secara kualitatif lebih rendah daripada laki-laki. Jawaban responden terhadap Septina Primawati Rusli dapat diklasifikasikan pada dua pandangan. Pertama, menolak atau memandang negatif majunya Septina Prima wati Rusli sebagai calon Walikota Pekanbaru. Ada delapan dari sepuluh pernyataan negatif yang didukung atau dise tujui responden, yaitu bila Septina Primawati Rusli menjadi pemimpin akan membawa kerugian bagi daerah, mereka memilih Septina Primawati Rusli sebagai walikota karena suaminya adalah gubernur Riau, Septina Primawati Rusli tidak memiliki niat dan tujuan yang baik menjadi walikota Pekanbaru, Septina Primawati Rusli tidak akan dapat melobi pemerintah provinsi dalam mendapatkan APBD, Septina Primawati Rusli tidak lebih cerdas, bijak dan adil daripada Firdaus MT, Septina Primawati Rusli tidak baik dan bebas dari berbagai masalah termasuk rumah tangga, dan Septina Primawati Rusli termasuk yang diharamkan oleh ajaran Islam menjadi walikota Pekanbaru. Kedua, menerima atau memandang positif terhadap Septina Primawati Rusli sebagai calon walikota pada dua pernyataan dari sepuluh pernyataan, yaitu sebagai wanita, Septina Primawati Rusli tidak akan lebih banyak meng gunakan perasaan dari pada akalnya dalam memimpin daerah, dan sebagai wanita, Septina Primawati Rusli pada tabiat dan perilakunya tidak mudah putus asa dan tidak mudah dirayu dan iba hati.
Die Integration des Islam ist vor allem über unabhängige Rechtssysteme erfolgt. Dieser Artikel verfolgt Wegmarken und rekurrierende Konflikte in diesem Prozess, vergleicht einen individualrechtlichen und korporativen Pfad der Integration im Hinblick auf ihre Möglichkeiten und Grenzen, und weist auf durch selbstläufig rechtliche Integration evozierte Spannungen zwischen Recht und Politik hin. Es besticht die Elastizität liberaler Institutionen gegenüber einer Religion, die in nicht geringem Maß Irritation für diese sein muss.