Arab Spring dalam Tinjauan Globalisasi dan Demokratisasi
Tanggal 17 Desember 2010 seorang pedagang kaki lima Muhammad Bouazizi (26 tahun) pergi ke tempat dia biasa bekerja di pusat kota Tunisia untuk menjual buah-buahan dan sayur-sayuran demi untuk menghidupi keluarganya dan membiayai kuliah adik perempuannya. Namun dia mendapati bahwa dia tidak diijinkan berdagang dan dagangannya disita. Untuk mendapatkan kembali barang dagangannya dia harus membayar denda, suatu peristiwa yang sudah pernah dia alami sebelumnya. Ketika dia mau membayar denda kepada seorang polisi wanita, justru dia mengalami pelecehan berupa pemukulan dan diludahi wajahnya sambil diperolok-olok keluarganya. Tidak terima dengan perlakuan ini, Bouazizi komplain ke pejabat setingkat provisnsi, namun permintaan audiensi tidak ditanggapi. Kecewa dengan perlakuan tersebut, diluar dugaan dia membakar dirinya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan ini (Tocqueville, 2011). Peristiwa bakar diri yang dilakukan oleh seorang pedagang ini kemudian memicu gelombang protes rakyat Tunisia kepada penguasa tiran di negeri itu. Perekonomian Tunisia yang semakin merosot mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Pada saat yang bersamaan Presiden Ben Ali dan kroni-kroninya hidup dalam kemewahan. Hal ini yang memicu kebencian rakyat Tunisia sehingga demonstrasi berlangsung terus menerus sampai akhirnya memaksa rezim Ben Ali yang sudah berkuasa selama 33 tahun lengser pada 14 Januari 2011