Policy analysis is closely related to the political system with the content of communication and the use of knowledge relevant to the policy is central to the practice and theory of policy analysis. Only when knowledge of the kebiajakn-making process is communicated within the process can policy actors use such knowledge to improve public policy.The methodology of policy analysis is the standard system, the rules and procedures for creating, critically appraising, and communicating knowledge relevant to the policy. The methodology of policy analysis has several key characteristics: high attention to the formulation and problem solving, commitment to a descriptive and value-critical assessment and the desire to improve the efficiency of choice among a number of policy alternatives.This paper describes the nature and history of public Islamic education policy where the Ministry of Religious Affairs RI as the policy holder and UIN Syarif Hidayatullah Jakarta as implementer or implicated from the policy. Starting from the preparation of the agenda, policy formulation, policy adoption, policy implementation and policy assessment. Based on interviews and documentation conducted by the author. Especially want to answer the question of why every ministry has an educational institution, whereas there is already a national education ministry that regulates education in Indonesia, so there is a presumption that the existence of distrust with the ministry of national education as education providers
Brunei Darussalam sebuah negara kecil yang terletak di kawasan ASEAN tepatnya di Barat Daya Pulau Borneo (Sabah). Luas wilayahnya ±5.765 Km2 dengan ibu kota Bandar Sri Begawan. Sistem pemerintahan Brunei menggunakan sistem Monarki absolut, berdasar hukum Islam dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasehat Kesultanan dan beberapa Menteri. Filosofi politik Brunei adalah menerapkan secara ketat Ideologi Melayu Islam Beraja (MIB) yang terdiri dari 2 dasar yaitu: pertama, Islam sebagai Guiding Principle, dan kedua Islam sebagai Form of Fortification. Bertumpu Dari dua dasar ini kemudian muncul penanaman nilai-nilai keislaman dalam konteks kenegaraan (pengekalan) dengan tiga konsep, yaitu Mengekalkan Negara Melayu; Mengekalkan Negara Islam (hukum Islam yang bermazhab Syafi'i – dari sisi fiqhnya – dan bermazhab Ahl Sunnah wal Jamaah – dari sisi akidahnya); dan Mengekalkan negara beraja. Hal tersebut menarik untuk ditelaah lebih mendalam tentang Islam dalam hubungannya dengan politik di Brunei Darussalam, dengan tinjauan sosio-historis
The fundamental right to religious freedom -- Legal recognition of churches and religious communities -- Religious communities as associations -- Muslims in integration law -- Naturalisation -- Islamic priests and prayer houses -- Burial and cemeteries -- Education and schools -- Islamic chaplaincy in public institutions -- Labour law -- Islamic slaughter -- Islamic dress -- Criminal law -- Family law -- Private international law
Setelah mengalami masa pertumbuhan dan keemasan selama 12 abad, Umat Islam mengalami masa keterpurukan yang ditandai dengan perpecahan, kemunduran pendidikan dan ilmu pengetahuan, kemiskinan dan hidup dalam penjajahan. Beberapa tokoh Muslim sadar dan berusaha keluar dari masa kelam tersebut. Jamaluddin Al-Afghani merupakan salah satu dari deretan tokoh tersebut yang menggagas modernisasi untuk kebangkitan umat Islam pada abad 19. Penelitian ini bertujuan mengkaji ide dan langkah modernisasi yang diusung oleh Jamaluddin Al-Afghani untuk kebangkitan Islam selama masa hidupnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan yang mengkaji sejarah hidup Jamaluddin Al-afghani dari berbagai literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak ide modernisasi pemikiran dalam Islam oleh Jamaluddin Al-Afghani yang mencakup segala bidang diantaranya bidang agama seperti kembali kepada Alquran dan menyeru kepada tauhid. Dari pendidikan, Al-Afghani merintis sekolah dan mengajar dengan kemampuan retorikanya yang luar biasa. Sementara dalam bidang politik dan ekonomi, al-Afghani membakar semangat umat Islam agar melepas diri dari belenggu penjajahan dan membangkitkan jiwa nasionalisme. Sebagai wadah modernisasi, Jamaluddin Al-Afghani mendirikan Pan-Islamisme dan menerbitkan majalah Urwatul wusqa
AbstractThe long-lived egalitarian cultural perspective, diversity of ethnic groups and the centrality of egalitarian kinship structures of Southeast Asia are identified as major factors allowing for the persistence of gender egalitarianism despite centuries of Islam. In order to establish a baseline, this paper first examines the development of Islam in ancient Arabia and Islam's impact on gender stratification. Then, it compares the gendered outcome of the adoption of Islam in kinship-based societies of North Africa to Indonesia. I propose that the level of congruence between the ideals of kinship and gender espoused in Islam and the actual kinship and gender lived by those who convert to Islam are important factors in determining gendered outcomes. These conclusions made about Southeast Asia are also confirmed in a South Asian setting.
"Inwieweit sind westliche Demokratieförderer bereit, das demokratische Selbstbestimmungsrecht der Empfängerländer über die eigenen Interessen und Werte zu stellen? In der Türkei ist es mit der Wohlfahrtspartei (1996/97) und der seit 2002 allein regierenden AKP von Premierminister Erdogan zu zwei demokratischen Machtübernahmen durch islamische bis islamistische Parteien gekommen, die einen innertürkischen Machtkampf mit den säkular-kemalistischen Eliten in Staat und Gesellschaft zur Folge hatten. Der Autor untersucht hierzu die Reaktionen der USA und Deutschlands als wichtigste Geberländer in der Auslands- und Entwicklungshilfe für die Türkei. Er zeigt, dass abweichende nationale Interessen die jeweilige Türkeipolitik bestimmen – mit unterschiedlichen Folgen: Während es unter den USA zu einer Unterminierung der demokratisch gewählten islamischen Parteien gekommen ist aus Sorge vor einer gesellschafts- und außenpolitischen Abkehr des Landes 'vom Westen', waren deutsche Akteure durch eine Strategie der Mäßigung durch Einbindung deutlich stärker an einer Respektierung der islamischen Parteien und einer Demokratisierung der Türkei interessiert. Eine Demokratieförderung westlicher Geberländer in der Türkei (und in anderen muslimischen Ländern) ist nur dann glaubwürdig, wenn grundlegende Fragen beim Umgang mit islamischen Symbolen sowie das eigene Verständnis von Demokratie und Menschenrechten vorab geklärt werden und die eigene muslimische Minderheit nicht diskriminiert wird. Der Autor empfiehlt, den Ausgang demokratischer Wahlen in der Türkei und in anderen muslimischen Ländern zu respektieren und deren Verfolgung eigener staatlicher Interessen nicht vorschnell als 'Abkehr vom Westen' zu beklagen." (Autorenreferat)
ZusammenfassungDer vorliegende Artikel setzt sich mit Umweltaktivismen im Islam unter besonderer Berücksichtigung Tansanias auseinander. Er bietet sowohl Einblicke in die akademische Forschung als auch einen Überblick über die theologischen Grundlagen und Theorien eines sogenannten Green bzw. Öko-Islam. Anhand von Streiflichtern aus Literatur sowie eigener Forschung in Tansania wird verdeutlicht, wie vornehmlich NGOs für ein entsprechendes Islamverständnis sensibilisieren. Argumentiert wird, dass bisher vielmehr von Potenzialen der Mobilisierung gesprochen werden kann und wird, als dass eine Selbstorganisation zum Schutz der Umwelt im Namen des Islams von großen Bevölkerungsteilen beobachtbar ist.
The Islamic revolution of Iran happened in 1979 shows as the most realexample of how people power could take over the tyranny era and monarchy systemlasting for 200 years in Iran. Their collective awareness is caused by the source ofreligion awareness (Shia Islam) that has been up dated. Ali Syari'ati became thebrightened intellectual actor, that is as the phenomenon of the dictator grinding thepeople in Syah Pahlevi's Government. Syari'ati, then, acted as the pioneer of radicalideas about revolution and Islam which taken from Shia teachings as the source, thathave been mixed with the tradition of the third World Revolutionary and Marxism. AliSyari'ati succeed developing revolutionary Islam ideology in which, then, becomes thebasis of people's collective awareness opposing the era of Syah Pahlevi's Government.According to Ali Syari'ati's idea, Islam is a freedom and emancipation ideology. accordingto him this idea of Islam is progressive and revolutionary, sourcing to one system offaith, that is; tauhid. If the tauhid based on Ali Syari'ati's idea is the unity of God,Human and Environment, so the condition of community having social discrimination,injustice and the arbitrary can be classified as syirk.It is the opposing of tauhid. Theoffer of Syari'ati's idea and Islam ideology become the bridge or the fourth way of deadlock ideology pre-revolutionary opposition movements. They are Secular-nationalist,Communist-Marxist and Islam Fundamentalism. Finally, this Syari'ati's ideology leadsImam Khomeini to be accepted as the revolutionary leader.Key Words: iran revolution; Shia, and freedom.Revolusi Islam Iran yang terjadi pada 1979 adalah contoh paling nyata,bagaimana kekuatan massa mampu menumbangkan rezim tiranik sekaligus sistemmonarki yang sudah berumur 200 tahun di Iran. Kesadaran kolektif massa itu disebutsebutbersumber dari kesadaran agama (Islam Syi'ah) yang sudah diperbaharui. AliSyari'ati muncul menjadi sosok intelektual tercerahkan adalah fenomena kekuasaanrezim Syah Pahlevi yang otoriter dan menindas.Syari'ati lalu tampil sebagai peloporgagasan-gagasan radikal tentang Islam dan revolusi yang bersumber dari ajaran Syi'ahyang sudah dicangkokkan dengan tradisi revolusioner Dunia Ketiga dan Marxisme.Ali Syari'ati berhasil membangun ideologi Islam revolusioner yang kemudian menjadibasis kesadaran kolektif massa menentang kekuasaan rezim Syah. Dalam pemikiranSyari'ati, Islam adalah sebuah ideologi emansipasi dan pembebasan.Pandangan IslamAli Syari'ati yang progresif dan revolusioner bersumber pada satu sistem keyakinanyaitu tauhîd.Jika tauhîd dalam pandangamanusia dan alam semesta, maka kondisi masyarakat yang penuh diskriminasi sosial,ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan dapat dikategorikan sebagai Syirk, lawandari tauhîd. Tawaran pemikiran dan ideologi Islam Syari'ati menjadi jembatan ataujalan keempat dari kebuntuan ideologi gerakan oposisi pra-revolusi, yaitu antaranasionalis-sekuler, Marxis-Komunis dan Fundamentalisme Islam.Dan ideologi Syari'atimelapangkan jalan bagi diterimanya Imam Khomeini sebagai pemimpin revolusioner.Kata Kunci: revolusi Iran; syi'ah; pembebasann Syari'ati adalah kesatuan antara Tuhan
Keberadaan hukum Islam telah berlaku di Indonesia sejak zaman kerajaankerajaan Nusantara hingga saat ini, bahkan hukum Islam sudah menjadi sumber hukum utama bagi mayoritas penduduk Indonesia. Namun secara konstitusional Indonesia tidak menyatakan diri sebagai negara Islam, meskipun mayoritas peduduknya beragama Islam. Indonesia menganut bukan negara agama, namun juga bukan negara sekuler, tetapi secara filosofis adalah negara religius meskipun secara bentuk kelembagaan adalah sekuler. Sehingga norma-norma hukum agama, termasuk norma hukum Islam, dapat menjadi salah satu sumber materiil dalam pembentukan regulasi hukum atau peraturan perundang-undangan. Fenomena terintegrasinya beberapa prinsip, nilai dan ketentuan formal hukum Islam ke dalam sistem hukum nasional tentu tidak muncul secara tiba-tiba. Namun proses ini terjadi melalui pergulatan yang panjang, serta di dalamnya sarat dengan kepentingan politik. Dari sekian rezim yang berkuasa di Indonesia, semuanya memiliki karakteristik yang berbeda dalam memberlakukan hukum Islam yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Peran politik hukum terhadap pembangunan hukum nasional di Indonesia tidak bisa lepas dari konteks sejarah. Sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia telah terjadi perubahan-perubahan politik secara bergantian (bedasarkan periodisasi sistem politik) antara politik yang demokratis dan politik otoriter. Sejalan dengan perubahan-perubahan politik itu, karakter produk hukum juga akan berubah. Terjadinya perubahan itu karena hukum merupakan produk politik, maka karakter produk hukum berubah jika politik yang melahirkannya berubah.