DOKTRIN KULTURAL POLITIK NU
ABSTRAKNU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dalam perjuangannya, NU memiliki banyak hal yang ditawarkan, mulai dari pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan lain-lain. Ketertarikan NU untuk berkiprah di kancah politik dimulai sejak perjuangan dengan kedatangan Jepang. Resolusi Jihad dikeluarkan untuk melawan segala bentuk penjajahan dan bentuk bela kemerdekaan bangsa Indonesia. Kerja politik dimulai dari MIAI, GAPI dengan mendelegasikan aktivis muda NU untuk berpartisipasi dalam dunia politik, tak lain Masyumi, Partai Nahdlatul Ulama dan perjuangan politik yang kembali pada khittah 1926. Doktrin politik NU bertumpu pada khasanah keilmuan fiqh yang menjadi landasan ratu ilmu di dunia Islam dan pesantren. Keberadaan NU sebagai organisasi Islam mengalami seuah keharusan dalam memberikan partisipasinya untuk ruang politik, dengan beberapa doktrinal-doktrinal keagamaan yang dianutnya. Namun, tujuan akhir daripada NU dalam gelanggang politik dan sekembalinya ke khittah 1926 bahwa doktrin NU dalam keagamaan dan kebangsaan ialah tujuan utama untuk kemaslahatan umat dan bangsa. Penulis menggunakan metodologi sejarah sebagai pendekatan sekaligus metode untuk mendekati objek kajian yang terkait erat dengan hubungan politik dan sosial-kemasyarakatan maupun keumatan. Agar bisa disimpulkan bahwa doktrin NU yang kental dengan fiqh siyasah, akan tetapi dalam perwujudannya bisa bergerak dalam beberapa sudut pandang banyak arah. Politik sebagai jalan untuk melawan penjajah, sehingga keikutsertaan dalam praktis politik ialah dorongan keadaan dan semua terumuskan untuk kembali pada politik perjuangan awal dari NU 1926, politik kebangsaan atau politik kultural.ABSTRACTNU is the largest Islamic organization in Indonesia. In its struggle, NU has many things to offer, ranging from education, social, political, economic and others. NU's interest in taking part in politics began with the struggle with the arrival of Japan. The Jihad Resolution was issued against all forms of colonialism and forms of defense of the Indonesian nation's independence. Political work started from MIAI, GAPI by delegating young NU activists to participate in the political world, none other than Masyumi, the Nahdlatul Ulama Party and political struggles that returned to the 1926 khittah. NU's political doctrine rests on the scientific knowledge of fiqh which is the foundation of the queen of knowledge in the Islamic world. and Islamic boarding schools. The existence of NU as an Islamic organization experiences a necessity in giving its participation in the political space, with several religious doctrines it adheres to. However, the final goal of NU was in the political arena and upon its return to the 1926 khittah that the NU doctrine in religion and nationality was the main goal for the benefit of the people and the nation. The author uses historical methodology as an approach as well as a method to approach the object of study which is closely related to political and social-social and public relations. So that it can be concluded that the NU doctrine is thick with fiqh siyasah, but in its manifestation it can move in several points of view in many directions. Politics as a way to fight against the colonialists, so that participation in political practice was a driving force for the situation and everything was formulated to return to the politics of the initial struggle of NU 1926, national politics or cultural politics.