The purpose of thins study is to explore, study, and analyze the urgency of fostering political cadres through political literacy conducted by the GOLKAR Cianjur regency party in fostering political cadres. The research approach used in this study is a qualitative approach while the research method used case studies. Data collection techniques using interviews, observation, study documentation and study literature. Data analysis includes data reduction, data presentation and conclusion drawing/verification. The findings of this study generally reveal that the urgency of fostering political cadres through political literacy is to improve the competence of party cadres. The competency is the basic capital for political cadres to contest in the general election. Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menggali, mengkaji, dan menganalisis tentang urgensi pembinaan kader politik melalui literasi politik yang dilakukan oleh partai GOLKAR Kabupaten Cianjur dalam membina kader politiknya. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif sedangkan metode penelitian menggunakan studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, studi dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis data yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi bahwa temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa urgensi pembinaan kader politik melalui literasi politik bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kader partai. Kompetensi tersebut sebagai modal dasar kader politik untuk berkontestasi dipergelaran pemilihan umum.
Daily use objects form someone's self-image as it mark the appearance of identify, life style and character of a person. Therefore, owned and used objects hold a role of persuasion tool. This well-aware knowledge is deliberately used in political campaign such as posters, baliho, and banners which present image of a political candidate. The appeal of blazer, shirts, eyeglasses, moslem hijab and cap, serves as means to develop self-image and character, especially when it is amplify competent image of an intellectual that hold leadership, and honesty. Using semanic differential method, the research analyze varieties of type, forms/shapes, and physical measurement of eyeglasses; in order to understand perceptual varieties of self-image that openly appear in public
Pendidikan politik diberikan untuk mengasah keterampilan politik kader sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepartaian maupun di lembaga legislatif sebagai wujud tanggung jawabnya kepada masyarakat, partai politik dan konstituen. Partisipasi merupakan bentuk-bentuk tindakan berupa keaktifan kader perempuan dalam kegiatan kepartaian dan pemerintahan yang didorong oleh kesadaran dan pengetahuan politik yang dimiliki sehingga partisipasi yang dihasilkan bukanlah partisipasi semu. Keterwakilan perempuan dalam parlemen di Indonesia tidak pernah melebihi angka 20%. Jauh dari harapan kuota 30% keterwakilan perempuan sebagai salah satu langkah affirmative action untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan dan cara khusus untuk mencapai kesetaraan gender dalam berpolitik. Artinya, dimaksudkan untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Namun, kuota keterwakilan perempuan tidak akan efektif jika pengetahuan, pemahaman dan keterampilan politik perempuan masih minim. Diharapkan perempuan yang terjun ke politik praktis baik yang menjadi kader biasa, pengurus partai maupun yang duduk dalam jabatan publik tidak hanya sekadar menjadi "pemanis" atau "pelengkap" tetapi mampu mengambil peran dan mempengaruhi pengambilan kebijakan politik. Dalam undang-undang pemilu belum dapat menjamin calon anggota legislatif perempuan untuk terpilih. Aturan tersebut masih perlu dilengkapi dengan aturan-aturan lain yang dapat menjamin agar calon anggota legislatif perempuan terpilih sehingga dapat meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Salah satu langkah strategis untuk mendukung kesuksesan pencapaian tujuan affirmative action ialah penekanan pada peranan partai politik dalam melaksanakan pendidikan politik kepada kader perempuan secara serius, terprogram, dan berkelanjutan.
Partai politik mempunyai kewajiban yuridis dan moral untuk melaksanakan pendidikan politik khususnya memberdayakan kader perempuan di tengah minimnya partisipasi politik perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penentuan informan penelitian melalui teknik non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Teknik pengujian keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kendala-kendala pendidikan politik kader perempuan, yakni (1) kendala internal, yang berasal dalam diri kader perempuan; (2) kendala eksternal, stereotip dalam konstruksi sosial budaya masyarakat; (3) keseriusan partai dalam memberdayakan kader perempuan; (4) kelemahan regulasi peraturan perundang-undangan. Partai politik melakukan beberapa upaya untuk mengatasi kendala tersebut melalui pendekatan personal, menggagas konsep tanpa mahar politik; membentuk regulasi internal partai politik yang akomodatif terhadap kebutuhan perempuan. --- Political parties have moral as well as juridical obligation to conduct political education especially for women cadres in the low level of political participation among women. It was a qualitative research with descriptive method of explanation. The informant involved was selected with non-probability sampling, purposive sampling. The results reveal the obstacles faced by women cadres are (1) internal obstacles, coming from the cadres themselves; (2) external obstacles, coming from stereotype upholding by among cultural and society members; (3) the seriousness of political party to empower their own women cadres; (4) the weakness of the law concerning this issue. To overcome the problems, political parties is doing effort such as personal approach, politic without political 'bride price' (mahar politik), issuing internal regulation accommodative to the needs of women.
Abstract: Political movement of Nahdhatul Ulama' (NU) as a religious organization and NU Women Cadre (Muslimat NU) as an autonomous body appeared in the trajectory of the national history. The problem that arised was that to what the extent NU had participated in national politics and how big Muslimat NU's representation was in national politics. Through a typology approach, this article explored the political contributions of NU and NU Women Cadre in the trajectory of the national history. A lot of data indicated that NU and muslimat NU had taken part both passively and actively in national politics. In the colonial era, typologically NU took part as passive participant, but in the next period, it took part in the form of non-conventional active participants.This active participant apparently showed its participation when NU issued Jihad Resolution to defend Indonesian independence. Its participation was then allied with Masjumi, but then it built its own political party independently. The passive participation of NU Women Cadres (Muslimat) began to be recognized in 1938, and then it just began to be recognized as active participant in 1946. Women of NU became active participants to promote gender equality in 1954. Five years later, it became galdiator participant, and began to show its gender roles simultaneously by raising the strategic issues aimed at enforcing the rights, resources of human being and aspirations for women to participate in public life, including practical politics.الملخص :ظهرت الحركة السياسية لنهضة العلماء كجمعية دينية والمنظمة التابعة لها " المسلمات" عبر التاريخ. والسؤال المطروح هو ما مدى اشتراك "نهضة العلملاء" في السياسة الوطنية ومدى وكليّة المسلمات في المجال السياسي. حاولت هذه المقالة – بالمدخل التجنيسي – دراسة الاسهام السياسي ل"نهضة العلماء" و "المسلمات" في تاريخ الشعب الإندونيسي. دلّت البايانات المتنوّعة على أن جمعية "نهضة العلماء " و " المسلمات " اشتركتا اشتراكا مباشرا وغير المباشر في السياسة الوطنية، لكنّ في المرحلة بعدها اتّخذت شكل الاشتراك المباشر غير التقليدية. ظهر هذا الاشتراك المباشر حيث أعلن مشروعية الجهاد لحماية استقلال إندونيسيا. وكان هذا الاشتراك عن طريق حزب "ماشومي" وفي المرحلة بعدها أسس الحزب السياسي مستقلا. بدأ الاشتراك غير الماشر ل"المسلمات" سنة 1938ويُعدّ اشتراكها مباشرا بداية من السنة 1954م. وفي السنوات الخمس بعد هذه المرحلة أصبحت هي جمعية مشاركة وعرضت دورها الجنسي متواصلا بطرح المسائل المهمة تهدف إلى تقوية حقوق المرأة، وموارد القوّة لها، واختياراتها للاشتراك في المجتمع وفي مجال السياسة.Abstrak: Gerakan politiik NU sebagai sebuah organisasi keagamaan dan Muslimat NU sebagai badan otonom nampak dalam lintasan sejarah bangsa. Problem yang muncul adalah sejauh mana partisipasi NU dalam politik nasional dan seberapa besar keterwakilan muslimat NU dalam politik. Melalui pendekatan tipologi, Tulisan ini akan mengeksplorasi kontribusi politik NU dan Muslimat NU dalam lintasan sejarah bangsa. Beragam data menunjukkan bahwa NU dan muslimat NU berpartisipasi pasif dan aktif dalam politik nasional. Pada masa kolonial NU masuk dalam tipologi partisipan pasif, namun dalam masa berikutnya mengambil bentuk partisipan aktif yang non-konvesional. Partisipan aktif ini nampak jelas ketika NU mengeluarkan Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan. Partisipasi ini kemudian disalurkan melalui Masyumi, lalu mendirikan parpol secara mandiri. Partisipasi pasif Muslimat NU mulai diakui pada tahun 1938, dan baru diakui sebagai partisipan aktif pada tahun 1946. Muslimat menjadi partisipan aktif yang memperjuangkan kesetaraan gender pada tahun 1954. Lima tahun kemudian Muslimat menjadi galdiator participant, dan mulai menunjukkan peran gendernya secara simultan dengan mengangkat isu-isu strategis yang bertujuan untuk penguatan hak, sumber daya dan aspirasi bagi perempuan untuk berpartisipasi di ranah publik termasuk politik praktis.Keywords: NU, muslimat, partisipasi, politik, Indonesia.
Abstrak: Partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari seseorang atau kelompok untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan politik dengan mengambil bagian dalam proses pemilihan otoritas atau mempengaruhi pemilihan pejabat negara dan/atau tindakan yang diambil oleh mereka, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (kebijakan publik). Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan studi deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo tepatnya di kantor DPRD Kabupaten Karo. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa secara kuantitas, keterlibatan perempuan di kantor politik di Kabupaten Karo masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari data yang ada dan hasil wawancara dengan berbagai informan yang terlibat di kantor politik dan yang tidak terlibat. Dibandingkan dengan daerah lain, perempuan di Kabupaten Karo dalam hal keterlibatan dalam politik karena kepala daerah kurang. Dalam dua periode pemilihan kepala daerah, pada tahun 2010 dan 2015 hanya ada satu kader yang mencalonkan dirinya sebagai kepala daerah. Pada dasarnya kebutuhan perempuan dan laki-laki tentu berbeda, untuk mengakomodasi dan memahami masalah perempuan dan untuk merumuskan kebijakan ideologi yang lebih ideal jika perempuan berpartisipasi aktif dalam pembuatannya.
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui bagaimana peran komunikasi partai politik dalam proses rekrutmen kader perempuan serta akses yang dimiliki oleh kader perempuan pada partai politik di Aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.Penelitian menggunakan Teori komunikasi politik sebagai grand teorinya. Teknik pengumpulan data adalah observasi langsung,dan wawancara mendalam dengan 9 informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, pemahaman, dan interpretasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam proses perekrutan kader perempuan pada partai politik di Aceh, komunikasi yang dilakukan oleh partai politik memiliki beberapa bentuk diantaranya komunikasi interpersonal atau komunikasi yang besifat langsung dan komunikasi organisasi atau komunikasi yang lebih terstruktur dan formal. Akses terpenting yang dapat dimiliki oleh kader perempuan jika bergabung dengan partai adalah kesempatan untuk dapat bertarung dalam pemilihan kursi legeslatif yang diadakan setiap lima tahun sekali. Kontrol perempuan terhadap partai-partai yang ada di Aceh tak ada bedanya dengan kontrol yang dimiliki oleh laki-laki dalam partai.Kader perempuan adalah sosok yang paling penting dalam menarik suara dari kaum perempuan yang dianggap sebagai suara pasti.Banyak partai politik yang memanfaatkan kader perempuan untuk menjaring suara dari kaum ibu-ibu karena perempuan dianggap memiliki pendekatan yang lebih baik kepada masyarakat.Sistem didalam partai yang banyak mengambil keputusan melalui sebuah rapat dapat meminimalisir kontrol yang dimiliki oleh perseorangan.
Vor dem Hintergrund der politischen Entwicklung in der Sowjetunion analysiert dies Buch das Herrschaftssytem, die Funktionen des Staates und die Aufgaben des politischen Führungspersonals: der Kader in der DDR. ; This book provides an analysis of the political system and the power structure of the German Democratic Republic, based on an assessment of the historical and ideological developments in the Soviet Union. One central aspect is the recruitment and education and training of cadres in the political system and all sectors of society. ; Peer Reviewed
Amid the resounding steps of the KPK to carry out the law enforcement function of eradicating Corruption, there are still things that feel stagnant. The KPK does not or has not dared to ensnare political parties in corrupt criminal liability, using corruption laws. In each case with dimensions of political corruption, the KPK only ensnares party elites, but does not at the same time demand criminal liability from political parties. In fact, in several cases investigated, the flow of funds flowed into political parties. As a special offense, revising the Corruption Law, by entering the phrase "legal entity", in addition to the phrase "everyone" is needed to find, or build a channel to ensnare political parties in corruption criminal liability. accompanied by state losses and fines. Administrative sanctions can also be applied through freezing through the Kemenkumham or the dissolution of these political parties through the Constitutional Court's path when the KPK's charges and demands can be proven.
Indonesia is a democratic country that implements multi party system, approaching political years more and more many new parties were emerging, however a few parties that do not qualified to verification phase. In the party system, Aceh is a privileged region that has specialities because it has local political parties, the existence and establishment of local parties in Aceh has a strong legal base and is regulated in the Aceh Goverment Law of 2006. System and recruitment mechanism in every local party in Aceh are certainlt have a different, this distinction is a spesial strategy developed by the party to capture and absorb framework and sympathizers. This recruitment mechanism is interestingly discussed and review further, in order to see how far the party is able to compete with other parties, and to measure the credibility level of the framework to the party that carried. This study used qualitative research method with the subject of research is the management or official of each Local Political Party in Banda Aceh. Primary data is obtained through direct interview about the mechanism ofrecruiting party cadre while secondary data is obtained from each party's website. The results showed that Local Political Parties in Banda Aceh, namely Nanggroe Aceh Party, Aceh Party, Aceh Regional Party and SIRA Party all used an open recruitment mechanism system because the method was considered effective to recruiting political cadre in terms of quantity and quality because each party had its own criteria in determining cadres who have competencies that are in accordance with the vision and mission of each party. The obstacle faced by all of Local Political Parties in Banda Aceh region is still ineffective in the voting process for women in each party in parliament because the Aceh Province applies Islamic Sharia in its government. The conclusion was that all of Local Political Parties in the Banda Aceh region applied an open recruitment mechanism system because the system was most effective in the process of recruiting party cadres in terms of quantity and quality.
Rekurrierend auf den soziologischen Grundbegriff der "sozialen Rolle" und in Anlehnung an die in Entwicklungsländern gewonnenen Erfahrungswerte, analysiert der Autor die prinzipiellen Fehler in den Beziehungen zwischen technischen Kadern und Bauern. (DSE)