The Winning of Empty Box in the 2018 Makassar Regional Head Election ; Kemenangan Kotak Kosong pada Pilkada Kota Makassar Tahun 2018
This research discusses how the empty box won in the 2018 Makassar Regional Head Election. This phenomenon became the elections' history where a single candidate failed to win the election. Ten political parties consisting of Functional Groups Party (Golkar), National Democratic Party (NasDem), Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), United Development Party (PPP), Crescent Star Party (PBB), Great Indonesia Movement Party (Gerindra), Prosperous Justice Party (PKS), People's Conscience Party (Hanura), National Mandate Party (PAN), and Indonesian Justice and Unity Party (PKPI), promoted a single candidate pair. This study aims to describe how the movement of empty box volunteers in the Makassar Regional Head Election. This research uses a qualitative method. Selection of informants using a snowball sampling technique, and using social movement theory. There are three parts to this theory: 1) Complaint theory. Public disappointment over a candidate pair's disqualification and consider the election organizer unfair; 2) Mobilizing structures theory. Analyze the voluntary movement of empty boxes to gather mass support and sympathizers during the election; and 3) Framing theory. Analyze the use of issues and methods of spreading the issue. This research found that the empty box phenomenon in Makassar Regional Head Election, unlike in the elections in other areas where the single candidate did not have an opponent, in Makassar, one of the candidate pairs was disqualified due to violation. It made the community, supporters, and the success team feels disappointed with the General Elections Commission's decision. This disappointment also resulted in the emergence of the empty box volunteer movement. Movements of empty box volunteers to gather mass support and sympathizers through door-to-door socializing, leaflets, flyers, and banners call to action to win empty box and use social media and online media as campaign tools. ; Penelitian ini membahas bagaimana kotak kosong menang pada Pilkada Makassar 2018. Fenomena ini menjadi sejarah pemilu dimana satu kandidat gagal memenangkan pemilu. Sepuluh partai politik yang terdiri dari Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), mempromosikan pasangan calon tunggal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pergerakan relawan kotak kosong dalam Pilkada Makassar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pemilihan informan menggunakan teknik snowball sampling, dan menggunakan teori pergerakan sosial. Ada tiga bagian teori ini: 1) Teori keluhan. Kekecewaan publik atas diskualifikasi pasangan calon dan menganggap penyelenggara pemilu tidak adil; 2) Teori struktur mobilisasi. Menganalisis pergerakan relawan kotak kosong untuk menghimpun dukungan massa dan simpatisan selama pemilihan; dan 3) Teori framing. Analisis isu yang digunakan dan metode untuk menyebarkan isu. Hasil penelitian menemukan bahwa fenomena kotak kosong pada Pilkada Makassar, berbeda dengan pilkada di daerah lain yang pasangan calon tunggal tidak memiliki lawan, di Makassar salah satu pasangan calon didiskualifikasi karena melakukan pelanggaran. Hal itu membuat masyarakat, pendukung, dan tim sukses kecewa dengan keputusan KPU. Kekecewaan ini juga mengakibatkan munculnya gerakan relawan kotak kosong. Gerakan relawan kotak kosong menghimpun dukungan massa dan simpatisan melalui sosialisasi dari pintu ke pintu, leaflet, flyer, dan spanduk ajakan bertindak untuk memenangkan kotak kosong dan menggunakan media sosial dan media online sebagai alat kampanye.