Als die indonesische Unabhängigkeit in den letzten Monaten des 2. Weltkriegs zu einer deutlichen Möglichkeit wurde, war die Gestalt des Staates unklar. Es war Sukarno, ein bereits bekannter nationalistischer Führer, der eine einheitliche Serie von fünf Prinzipien zur Verfügung stellte, die er Pancasila (panca = fünf; sila = Prinzip) nannte. Diese Prinzipien wurden dann in die Präambel der Verfassung aufgenommen und ein großer Teil ihres Inhalts in den Hauptteil. Ihr unmittelbarer Appell an das Land lag in der Kombination von traditionellen Werten und modernen politischen Postulaten. Heute sind Pancasila Teil der allgemeinen Erziehung in Indonesien. In der gegebenen gegenwärtigen Periode relativer politischer Stabilität sind Erwartungen entstanden, das die Verwaltung ordnungsgemäß funktioniert, und das Fehlen einer aktiven Politik, die die sozio-ökonomischen Probleme behandelt, wird zunehmend wahrgenommen. 1978 erhielt die Regierung vom Volkskongreß das Mandat, Anstrengungen in Richtung auf eine Stärkung und bessere Implementation von Pancasila zu unternehmen. Eine die Nation umfassende Kampagne wurde mit dem Ziel in Gang gesetzt, die Indonesier in der Angelegenheit Pancasila zu unterrichten. Diese Anstrengungen offenbaren einige der wichtigsten Unzulänglichkeiten in der Pancasila-Implementation, die vom Autor beschrieben werden. Wie auch immer, als Staatsphilosophie hat sie bislang ihren Appell an das Land nicht verloren. (RWübers.)
Artikel ini mengkaji pemikiran pendidikan Islam perspektif humanisme-Pancasila. Sila keduanya tentang kemanusiaan merupakan inti ajaran humanisme ini. Bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup dalam segala aspek kehidupannya. Sandaran vertikal kepada Tuhan (Allah) akan mampu membangkitkan semangat dan berhasil meraih cita-cita guna melindungi nilai-nilai hidup, harkat dan martabat manusia. Humanisme Islam karena mengedepankan akhlak dan kebaikan untuk semua (rah}mah li-al-'a>lami>n). Pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional dituntut mampu mengembangkan potensi diri peserta didik menjadi manusia Pancasila sejati. Pendidikan berdasar humanisme-Pancasila memiliki karakteristik: (1) menghormati keyakinan religius, (2) menghormati martabat manusia dan hak asasinya, (3) memiliki wawasan kebangsaan, (4) menghargai kebebasan secara demokratis, (5) menjunjung dan menegakkan keadilan sosial. Humanisasi pendidikan Islam di Indonesia tidak boleh melepaskan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai Pancasila merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan sebagai dasar pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia yang berkepribadian Pancasila.
Lingkungan strategis bangsa Indonesia telah mendorong merosotnya solidaritas kebangsaan. Lingkungan strategis di tingkat global meliputi terjangan arus globalisasi yang telah memengaruhi pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya generasi muda. Lingkungan di strategis tingkat regional berupa persaingan politik global negara-negara besar yang mendorong kepada konflik di Laut Cina Selatan dan Semenanjung Korea. Lingkungan strategis di tingkat nasional yakni munculnya politik identitas dan politisasi suku, agama, ras, dan aliran (SARA) untuk kepentingan politik praktis. Berbagai tantangan terhadap solidaritas tersebut mendorong gagasan untuk menjadikan Pancasila kembali sebagai pandangan hidup masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa Pancasila sebagai ideologi memiliki tiga dimensi yaitu dimensi realita, dimensi ideal, dan dimensi fleksibel. Selama ini Pancasila sebagai pandangan hidup mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, Pancasila perlu re-interpretasi dengan semangat reformasi agar bisa diterima sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode kualitatif dengan teknis kajian pustaka. Studi ini menyimpulkan bahwa menurunnya solidaritas kebangsaan dapat diselesaikan dengan mengembalikan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.Kata Kunci : solidaritas, kebangsaan, Pancasila
Nalar Pancasila adalah pengejawantahan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan etik dalam melakukan komunikasi politik. Sehingga komunikasi politik tidak lagi dijadikan hanya sebagai alat untuk meraih kepentingan politik, tetapi harus berkhidmat kepada kepentingan dan cita-cita bangsa dan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Nalar politik sila pertama Pancasila dalam konteks komunikasi politik adalah memberikan landasan teologis bahwa komunikasi politik yang dibangun harus selaras dengan nilai-nilai ketuhanan. Nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, kesetaraan, saling menghargai dan menghormati merupakan manifestasi nilai-nilai ketuhanan yang sifatnya universal. Nalar kedua Pancasila dalam komunikasi politik, yaitu bahwa komunikasi politik harus dilakukan secara adail dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaa. Adil dapat dikatakan tidak berat sebelah, berkomunikasi penuh kejujuran, tidak saling merendahkan nilai-nilai satu sama lain yang justeru akan memicu konflik. Nalar ketiga Pancasila dalam komuniiasi politik adalah komunikasi politik yang dibangun dan dilakukan harus diorientasikan dalam menjaga persatuan dan kesatuan. Komunikasi politik tidak boleh memicu masyarakat untuk melakukan disintegrasi dan memecah belah sehingga menimbulkan kerapuhan dalam konteks bermasayarakt, berbangsa dan bernegara. Nalar keempat Pancasila dalam komunikasi politik mengandung filosofi bahwa setiap perbedaan dalam komunikiasi politik adalah hal yang wajar, namun harus diingat bahwa perbedaan itu harus dilandasi oleh kebijaksanaan (wisdom) dalam lingkup musyawarah. Seorang komunikator politik arus senantiasa bersikap arif, tidak memaksakan kehendak (ego) yang akan menimbulkan perpecahan. Nalar kelima dari Pancasila dalam komunikasi politik mengandung pengertian bahwa komunikasi politik yang dilakukan harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan tanpa membedakan asal-usul mereka. Komunikasi politik diletakan pada prinsip egaliter, kesamaan, dan kebersamaan. Kata Kunci: nalar Pancasila, komunikasi politik, hakikat dan prinsip-prinsip komunikasi politik
Discussions about Islam and Pancasila are always accompanied by a slightly sensitive nuance. Sometimes there are contents that contain conflict and lead to political action in a certain direction. Even since the beginning of independence, this dialectic gave rise to a long enough dispute, almost a stumbling block to Indonesia's independence. Can not be denied until now, the theme is also still often discussed. Armed with that, this article unravels the study of Pancasila with philosophical reasoning, which is to see internal and external factors that affect it. It appears that the birth of Pancasila based on the excavation of the nation will characterize the heritage and heritage of Indonesia. Moreover, the external conditions that are being overwhelmed by the fear of the tragedy of the collapse of the Islamic Caliphate and the World War. So Pancasila is present as a basic alternative to a country that tries to be neutral and contains local content. It also confirms Indonesian Muslims to become Islamic Nationalists. ; Perbincangan tentang Islam dan Pancasila selalu saja disertai dengan nuansa yang sedikit sensitif. Terkadang ada muatan yang mengandung pertentangan dan berujung pada aksi politik ke arah tertentu. Bahkan sejak dulu awal kemerdekaan, dialetika ini menimbulkan sebuah percekcokan yang cukup panjang, nyaris menjadi batu sandungan kemerdekaan Indonesia. Tak dapat dipungkiri sampai saat ini, tema tersebut juga masih sering diperbincangkan. Berbekal itu, artikel ini mengurai kajian Pancasila dengan nalar filsafat, yaitu melihat faktor internal maupun eksternal yang memengaruhinya. Nampak diketemukan bahwa, faktor lahirnya Pancasila berdasarkan penggalian tokoh bangsa akan ciri khas dan warisan leluhur Indonesia. Ditambah lagi, kondisi eksternal yang sedang dirundung kecemasan akan tragedi runtuhnya Khilafah Islam dan Perang Dunia. Sehingga Pancasila hadir sebagai alternatif dasar negara yang berusaha netral dan mengandung muatan lokal. Hal ini juga mempertegas muslim Indonesia untuk menjadi Nasionalis Islam.
(Keadilan adalah keadaan di mana setiap orang memperolah apa yang menjadi haknya dan setiap orang meperoleh bagian yang sama dari kekayaan kita bersama. Keadilan sosial adalah keadilan yang tergantung pada struktur kekuasaan dalam masyarakat. Struktur tersebut dapat dilihat dalam politik, ekonomi, sosial, budaya dan ideologi. Pancasila sebagai ideologi nasional dapat memberikan ketentuan mendasar terhadap pembentukan sistem hukum di Indonesia. Sistem hukum di Indonesia harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumbernya. Sistem hukum menunjukkan maknanya, sejauh mewujudkan keadilan Tulisan ini membahas tentang keadilan dalam sistim hukum Pancasila sehingga negara mencerminkan adanya keadilan secara hakiki.
Pancasila as the basis of the State, the state ideology, and the nation's view of life are national agreement and national compromise of various interest groups. Pancasila was agreed as a final meeting point, therefore Pancasilamust be the starting pointin overcoming all problems of national and state life.One of the complicated problems that are currently happening is Indonesian community behavior that is already not in line with the Pancasila values.In this context Pancasila must be placed not only as the basis of the State, the state ideology, and the nation's view of life, but also must be the basis of ethics, the value standard, and the moral standards. This article examines the three main areas that become the pulse of the life of the nation, that is politics, economics and social media.The behavior of the Indonesian community in the three main streams, read from the Pancasila perspective, therefore expected to give birth to a new awareness in the rule of a nation which is more balanced, humane and enlightening.
The educational world has signs which became a reference for a goal that must be achieved nationally, that in a sense is very important and interesting for the mind that 1945 Preamble explicitly mentions about "the intellectual life the nation "as one of the objectives of the formation of the Government of our country based on the Pancasila. In other words one of the ideals of freedom that was about to be realized with the formation of the Government of our country is accomplishing the life of the nation Indonesia. Pancasila education in the context of the value of being a national education goals hatched in the perspective of standards of conduct. Size that determines a person's personality criteria precisely the characters into a color against the behavior of someone. Thus in the context of pancasila values education is basically a process of internalization of values against the students that students can understand, appreciate and do practice the values of pancasila and behave in a He thought well and does not conflict with the norms in force.
Democracy of Pancasila as the realization of way of life, forming a group of community and state of Indonesian society, is a more concrete explanation of the Fifth Paragraph of Pancasila. Democracy of Pancasila Implementation combined with Pancasila ideology can be divided into unwritten basic law, systems of National Developmental Program (Propenas), and the subsequent activities, and more dominantly, systems of state decision making.
Sharia economics has been discussed lately, which is all lines call sharia. Islamic banks, sharia pawnshops, sharia insurance, sharia gold, scattered as if fight for sharia title, which is resulted in doubt into the sharia itself. Sharia economy have the complexity and complicated situations, when faced to market management phenomena and wider relugation as well as implications and solutions of sharia economy. Sharia economy in Pancasila perspective becomes important to be lifted with consideration that sharia economy growth in Indonesia, managed by many private sector, it shows where the position of state in this context along with widespread of decentralization issue. Public support for sharia economy is strengthening, sharia economy not just calling or spreading syaria in his efforts but requires the provisions of the Qur'an and Hadith. Economic concepts practically relate to various issues, political, legal, social, cultural, religious and so forth. economic enforcement adopted by the Indonesian people ideologically refers to Pancasila which means incorporating the values of Pancasila in it.
Every nation who wants to stand firm and know clearly where the goal is to achieve it requires a view of life. With this view of life a nation will look at the problems it faces and determine the direction and the way how to solve these problems. Without a view of life then a nation will feel vacillated in facing big problems that will surely arise, both the problems within the community itself, as well as the big problems of human beings in the association of the peoples of the nations of the world. With a clear view of life a nation will have guidance and guidance on how it solves the political, economic, social and cultural problems arising in the advancing societies. By referring to the view of life that also a nation will build itself. As the philosophy of the state, of course Pancasila there who formulate it. Pancasila is indeed the greatest gift of Allah SWT and it turns light for all the Indonesian people in the future, both as a guideline in fighting for independence, as well as a unifying tool in the life of national harmony, as well as a view of life for everyday Indonesian human life, and which has clearly been expressed as the basis and philosophy of the Republic of Indonesia. Pancasila has existed in all forms of Indonesian people's life, except for those who are not Pancasila. Pancasila was born June 1, 1945, set on August 18, 1945 together with the 1945 Constitution. The correct sounds and speech of Pancasila based on Presidential Instruction No. 12 of 1968 is one, Belief in the One Supreme. Two, a just and civilized humanity. Three Unity Indonesia. Four, Democracy led by the wisdom of wisdom in deliberations / representation. And fifth, social justice for all the people of Indonesia. ; Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya. Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata cahaya bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia. Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
The development of the national law based Pancasila as "rechtsidee ", at the present time so many aspects of community has changed and developed rapidly. This change, of course, greatly influenced the development of existing Indonesia law. Development in all areas was always carried out, including the development of law through legal reform in order to develop a national law based on Pancasila. The Indonesian revolution that culmination point as Proclamation of Independence of the Republic of Indonesia creating a national law, he relief only in political terms only. Should be to building a legal system on the basis of new spiritual values of Pancasila. Ideas such as these provide a broad place to explore the principles of customary law in and regulations to conform with the ideals of Indonesian law based Pancasila and Indonesia Constitution year 1945