Suchergebnisse
Filter
7 Ergebnisse
Sortierung:
Kajian Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan keislaman pada Era Milenium Ketiga
The paper is aiming at offering new paradigm in studying Islamic theology. It starts by describing the existing theological discourse in Indonesian Islamic higher education. It is found that theology, due to its important and central position in religion, has been sacralized. The historical aspect uf its logic, methodology and development are being protected from criticism cannot be evaluated and reformulated. As a result most Muslims find it difficult to establish a mutual dialog with people of other religions in this pluralistic world and on the social, economic, cultural and political spheres. Before proposing a new approach in studying theology, the paper forwards epistemological-methodological questions: Is it possible to combine or establish a dialog between philosophy and theology? Is it allowed to review and reformulate all systematic structure, content and methodology in theology developed by classical and medieval theologians to meet the new needs and changes? Can it be said that what is now called theological doctrine or dogma is nothing other than theory developed by human beings living in a particular time and space? The answers of these questions will determine the nature of the study of theology in the future.
BASE
Mendialogkan Nalar Agama dan Sains Modern di Tengah Pandemi Covid-19
In: MAARIF, Band 15, Heft 1, S. 11-39
ISSN: 2715-5781
Hubungan agama dan ilmu menurut Ian G. Barbour dapat diklasifikasi menjadi empat corak, yaitu, Konflik, Independen, Dialog dan Integrasi. Apa implikasi dan konsekwensi dari paradigma Dialog dan Integrasi jika diterapkan dalam keilmuan agama, khususnya agama Islam, melalui perspektif pemikir Muslim kontemporer. Hal ini penting karena praktik pendidikan dan dakwah agama pada umumnya masih menggunakan paradigma Konflik dan Independensi. Baik yang menggunakan paradigma Konflik dan atau Independen maupun paradigma Dialog dan Integrasi akan besar berpengaruh pada pembentukan budaya berpikir sosial-keagamaan baik di ruang privat maupun publik. Argumen yang hendak diajukan adalah bahwasanya hubungan antara agama, dalam hal ini 'Ulumu al-din (ilmu-ilmu agama Islam) dan ilmu, baik ilmu kealaman, sosial maupun budaya meniscayakan corak hubungan yang bersifat dialogis,
integratif-interkonektif. Hubungan antara disiplin ilmu keagamaan dan disiplin ilmu alam, sosial dan budaya di era modern dan post-modern adalah bersifat semipermeable, intersubjective testability dan creative imagination. Studi Keislaman (Dirasat Islamiyyah) kontemporer memerlukan pendekatan multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Linearitas ilmu dan pendekatan monodisiplin dalam rumpun ilmu-ilmu agama akan mengakibatkan pemahaman dan penafsiran agama kehilangan kontak dengan realitas dan relevansi dengan kehidupan sekitar. Budaya berpikir baru yang secara mandiri mampu mendialogkan sisi subjective, objective dan intersubjective dari ilmu dan agama menjadi niscaya dalam kehidupan multireligi-multikultural dan terlebih di era multikrisis yang melibatkan sains, kesehatan, sosial, budaya, agama, politik, ekonomi, keuangan sekaligus akibat penyebaran pandemi Covid-19 di dunia sekarang ini. Kesemuanya ini akan mengantarkan perlunya upaya yang lebih sungguh-sungguh dan ketekunan untuk melakukan rekonstruksi metodologi studi keilmuan dan metodologi studi keagamaan di tanah air sejak dari hulu, yakni filsafat ilmu dan filsafat ilmu-ilmu keislaman sampai ke hilir, yaitu proses dan implementasinya dalam praksis pendidikan dan dakwah keagamaan.
MEREDAM MARAH, MENYEBAR RAHMAH Menengok Kembali Peran Agama di Ruang Publik dalam Masyarakat Majemuk
Tulisan ini, menguraian tentang bagaimana pengalaman keindonesiaan dalam berbangsa dan bernegara dan bagaimana tantangan yang dihadapi pasca era reformasi. Dua bagian tulisan pertama memaparkan bagaimana Indonesia dapat barhasil merawat toleransi, demokrasi dan kemajemukan di ruang publik. Banyak negara menghargai prestasi Indonesia dalam merawat toleransi, demokrasi dan kemajemukan penduduk dan masyarakatnya. Bagian ketiga tulisan ini menjelaskan tantangan dan ancaman yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara Indonesia setelah pergantian rejim pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi (1998) yang bertemu dan berpadu dengan berhembusnya badai panas dari gurun pasir Timur Tengah, Arab Spring (2010) bahkan sebelumnya. Bagian terakhir menyuguhkan bagaimana pemecahan ke depan lewat pintu pendidikan untuk menanggulangi badai proxy war yang menggunakan isu panas keagamaan dalam bermain politik kekuasaan sebagai corenya.
BASE
MENENGOK KEMBALI PERAN AGAMA DI RUANG PUBLIK
In recent years, especially over the past decade, there has been increasing intolerance of certain religions and ethnic minorities in various parts of Indonesia, whether in the form of physical assault by a particular group or omission by the authorities. Such situation is increasing when entering the campaign period before the elections simultaneously and Presidential Election. In this condition the role of FKUB as one of the tolerant agents in the national political arena becomes important. Some things to be considered include the basic question of the State (four pillars), religious views, religious literacy and education in public spaces and media.Keywords: toleransi, pandangan keagamaan, media, ruang publik
BASE
Tajdid Muhammadiyah di Abad II (Perjumpaan Tradisi, Modernitas dan Posmodernitas)
Ketika Muhammadiyah berdiri tahun l912, seluruh dunia Muslim masih berada di bawah penjajahan. Belum banyak yang merdeka secara politis dari cengkeraman imperalisme dan kolonialisme Barat. Di tengah-tengah kesulitan seperti itu, Muhammadiyah berdiri dengan membawa optimisme baru. Kata-kata atau slogan "Islam yang berkemajoean" amat didengung-dengungkan saat itu. Mungkin belum disebut Islam "modern" atau "reformis" seperti yang disematkan orang dan para pengamat pada paroh kedua abad ke-20. Namun dalam perjalanan waktu, identitas gerakan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari arti penting dari Dakwah dan Tajdid. Kata kunci Dakwah terkait dengan mengemban dan mengamalkan Risalah Islam, mengajak ke kebaikan (al-Khair) dan melaksanakan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Sedangkan sistem tata kelolanya, usaha dakwah dalam artian luas tersebut memerlukan Tajdid, baik yang bersifat pemurnian maupun pembaharuan.
BASE
Tajdid Muhammadiyah di Abad II (Perjumpaan Tradisi, Modernitas dan Posmodernitas)
Ketika Muhammadiyah berdiri tahun l912, seluruh dunia Muslim masih berada di bawah penjajahan. Belum banyak yang merdeka secara politis dari cengkeraman imperalisme dan kolonialisme Barat. Di tengah-tengah kesulitan seperti itu, Muhammadiyah berdiri dengan membawa optimisme baru. Kata-kata atau slogan "Islam yang berkemajoean" amat didengung-dengungkan saat itu. Mungkin belum disebut Islam "modern" atau "reformis" seperti yang disematkan orang dan para pengamat pada paroh kedua abad ke-20. Namun dalam perjalanan waktu, identitas gerakan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari arti penting dari Dakwah dan Tajdid. Kata kunci Dakwah terkait dengan mengemban dan mengamalkan Risalah Islam, mengajak ke kebaikan (al-Khair) dan melaksanakan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Sedangkan sistem tata kelolanya, usaha dakwah dalam artian luas tersebut memerlukan Tajdid, baik yang bersifat pemurnian maupun pembaharuan.
BASE