Hubungan self disclosure dengan kepercayaan diri siswa dalam mengemungkakan pendapat di depan kelas sepuluh smk negri 9 padang semester Ganjil tahun ajaran 2020/2021
UPI YPTK Jurnal EKOBISTEK, Vol. x, No. x, 201x, pp. xx-yy Copyright © 201x by LPPM UPI YPTK HUBUNGAN SELF DISCLOSURE DENGAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT DI DEPAN KELAS SEPULUH SMKNEGRI 9 PADANG SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2020/2021 Ade Nofembri1, Linda Fitria2 1 UPI YPTK, Indonesia 2 UPI YPTK, Indonesia * E-mail: adenofembri03@gmail.com Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena masih rendahnya kepercayaan diri siswa dalam mengemukakan pendapat di depan kelas. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya self disclosure siswa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kepercayaan diri, self disclosure, dan menguji hubungan self disclosure siswa dengan kepercayaan diri dalam menggungkapkan pendapat di depan kelas. Metode penelitian yang digunakan dengan pendekatan deskriptif dan korelasional. Populasi penelitian adalah siswa kelas sepuluh yang berjumlah 455 orang . Dengan sampel penelitian berjumlah 204 orang, yang dipilih dengan teknik purposive sample. Data dianalisis dengan teknik presentase dan untuk melihat hubungan kedua variabel menggunakan Pearson Correlation Product Moment. Hasil penelitian ditemukan (1) secara umum kepercayaan diri siswa berada pada kategori sedang, (2) secara umum self disclosure siswa berada pada kategori sedang, dan (3) terdapat hubungan yang signifikan antara self disclousure dengan kepercayaan diri siswa dengan rxy = 0,415 dan taraf signifikansi 0,000. Berdasarkan temuan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi siswa, tentang pentingnya meningkatkan self disclosure agar kepercayaan diri siswa dalam mengemukakan pendapat di depan kelas semakin meningkat. Selain itu guru BK dapat memberikan pelayanan konseling berdasarkan temuan penelitian ini. Kata kunci: Self Disclosure , Kepercayaan diri, Siswa 1. Pendahuluan Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan seseorang. Baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan. Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangunan membutuhkan sumber daya manusia yang dapat di andalkan. Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas tahun 2003). Dengan adanya pandemi covid 19, untuk mencapai tujuan pendidikan agaknya terjadi kendala, sehingga terjadi perubahan pada sistem pendidikan, khususnnya di Indonesia. Pandemi Covid 19 yang melanda dunia dapat melumpuhkan beberapa sektor dan melemahkan dalam berbagai aspek, terutamanya di bidang pendidikan seperti yang di sampaikan Rahmawati (2020) menjelaskan bahwa masyarakat dihadapkan perubahan dalam segala sisi dan membuat banyak orang shock dan kaget baik dari sektor ekonomi, sosial dan tidak menutup kemungkinan bahwa dampak lainnya dari Covid-19 lainnya adalah perubahan perilakunya itu sendiri. Pemerintah juga mengimbau untuk melakukan aktivitas dilakukan di rumah saja seperti work from home bagi pekerja di berbagai bidang, pemberhentian aktivitas sekolah – sekolah dan perguruan tinggi dan pemberlakuannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimana para pengendara diwajibkan mengikuti beberapa peraturan tertentu apabila ingin berpergian. Metode belajar di sekolah pun berubah secara signifikan akibat adanya pandemi covid 19. Siswa sebagai individu yang menjadi sasaran tujuan pendidikan sangat merasakan dampak yang ditimbulkan oleh pandemi covid 19. Proses belajar mengajar antara pendidik dan siswa tidak lagi seperti biasanya. Tidak ada siswa yang datang ke sekolah untuk menjalani proses belajar mengajar. Mereka belajar dari rumah dengan menggunakan sistem online sejak bulan maret tahun 2020 sampai desember 2020. Pembelajaran tatap muka baru dimulai bulan januari 2021, itupun belum sepenuhnya tatap muka. Proses belajar mengajar dilakukan dengan sistem kombinasi antara daring dan tatap muka. Siswa yang sudah lama tidak belajar tatap muka di sekolah merasa canggung dan tidak terbiasa lagi bercerita maupun mengemukakan pendapat di kelas. Kondisi ini merupakan salah satu indikator rendahnya kepercayaan diri siswa, terutama saat proses belajar mengajar di kelas. Berbeda dengan siswa yang memiliki kemampuan keterbukaan diri/ self disclosure, individu yang self disclosure nya tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu harga diri, konsep diri, keterbuaan diri/ self disclosure, dan pendidikan (Ashali et al., 2015). Individu yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri (self-disclosure) akan meningkatkan rasa percaya diri. Dasar teori ini memunculkan asumsi bahwa semakin orang percaya diri, semakin mudah mengungkapkan keadaan dirinya kepada orang lain. Pengungkapan diri mengindikasikan seorang siswa melakukan interaksi dengan orang lain, yang berarti bahwa rasa percaya diri itu terkandung di dalam proses ketika keorang siswa berusaha mengungkapakan keadaan dan perasaannya kepada siswa lain. Self disclosure adalah ungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini sehingga memunculkan keberanian berpendapat dengan pengalaman yang telah dilewati di masa lalu untuk menanggapi apa yang terjadi di masa sekarang (Kumalasari & Desiningrum, 2016). Sikap self disclosure membuka diri ini dapat bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia, sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai (Gainau, 2012). Self disclosure ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi, perilaku, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri yang bersangkutan. Kedalaman dari pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak berinteraksi. Banyak sekali anak yang ditemui dalam lingkungan mengalami masalah karena dia tidak mau menceritakan, masalahnya kepada orang yang lebih dewasa darinya, ataupun kepada teman sebayanya dan orang-orang disekitarnya karena tidak percaya diri. Kepercayaan diri menjadi bagian penting dalam perkembangan kepribadian seseorang sebagai penentu bagaimana bersikap bertingkah laku dan mengungkapkan pendapat serta menanggapi pendapat (Hakim, 2002 ). Rasa percaya diri seseorang adalah salah satu kekuatan jiwa yang sangat menentukan berhasil tidaknya orang tersebut dalam mencapai berbagai tujuan hidupnya. Percaya diri itu tumbuh dari dalam hati seseorang, menyatu dengan jiwanya di aplikasikan dengan sikapnya. Kepercayaan diri menuntun individu menuju ke arah keberhasilan. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 23 November 2020, dan didukung dengan wawancara kepada siswa pada saat sedang melakukan magang di SMKN 9 Padang, setelah dilakukan observasi, wawancara dan konseling individual pada siswa banyak ditemukan siswa tidak mau terbuka dengan permasalahan yang sedang dihadapinya dan cenderung tidak percaya diri dalam belajar maupun dalam menentukan teman serta kurang aktif dalam belajar dan rendahnya kreativitas dalam dalam belajar dan menanggapi apa yang disampaikan guru saat proses dalam belajar. Hal ini dilihat ketika saat proses belajar, hal ini juga terungkap setelah dilakukanya konseling individual terhadap siswa tersebut juga menemukan rendahnya rasa percaya diri untuk menyampaikan pendapatnya karena malu katanya kepada konselor, siswa ini dapat terlihat ketika dia belajar dan keaktifan dalam belajar di kelas siswa akan merasa malu untuk menanyakan pelajaran yang ia tidak mengerti, siswa lebih memilih diam dari pada bertanya karena merasa tidak percaya diri atau malu karena nantinya di anggap bodoh oleh teman - temanya. Dengan kurangnya kepercayaan diri siswa tidak hanya akan menimbulkan hasil belajarnya yang tidak sesuai yang di inginkan, namun juga akan mengganggu hubungan sosialnya dalam lingkungan bermasyarakat dan susah baginya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, dia hanya bergaul dengan lingkungan yang dominan keluarganya sendiri dan cenderung tidak ingin bergaul dengan orang-orang baru terutama di lingkungan sekolah. Jika hal ini dibiarkan akan berdampak pada perkembangan pribadinya serta kepercayaan dirinya dalam mengambil keputusan tentang masalah yang menimpanya, jika hal berlanjut ke fase-fase berikutnya dan akan menimbulkan masalah yang akan membuatnya tertekan karena tidak mau menceritakan masalahnya serta akan membuat dia tidak mencapai kepribadian yang sehat dan membuat siswa menjadi tidak terampil dimasa yang akan datang, sehingga membuat hal yang ingin dia capai akan sulit tercapai dan mudah untuk putus asa tentang apa yang dia inginkan serta apa yang akan dia lakukan. Berdasarkan fenomena yang terlihat oleh peneliti di lapangan peneliti tertarik untuk meneliti hubungan self disclosure dengan kepercayaan diri siswa dalam mengemukakan pendapat di kelas X SMKN 9 Padang. 2. Tinjauan Literatur Percaya Diri Pengertian Percaya Diri Percaya diri adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Sedangkan kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.Percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki seseorang dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai tujuan dalam hidupnya (Hakim, 2004:6). Kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri (Lauster, 2010). Orang yang mempunyai kepercayaan diri memiliki ciri-ciri tidak mementingkan diri sendiri (toleransi), tidak membutuhkan dorongan orang lain, optimis dan gembira. Menurut Rahmat (2000:109) kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya serta bagaimana orang tersebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri. Kepercayaan diri merupakan sikap individu dalam hal ini siswa yang yakin akan kemampuan dirinya atau mempunyai pandangan yang bersifat positif terhadap dirinya, dengan tidak perlu membanding- kan dengan orang (Fatchurahman & Pratiko, 2012). Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri merupakan adanya sikap individu yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. Orang yang memiliki kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri: toleransi, tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis dan dinamis, serta memiliki dorongan prestasi yang kuat. Aspek-aspek kepercayaan diri Individu yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan terlihat lebih tenang,tidak memiliki rasa takut, dan mampu memperlihatkan kepercayaan dirinya setiap saat. Sedangkan bagi mereka yang tidak percaya diri, setiap kegagalan mempertegas rasa tidak mampu mereka.Tidak adanya percaya diri dapat mewujud dalam bentuk rasa putus asa, rasa tidak berdaya, dan meningkatnya keraguan kepada diri sendiri.Selain itu, percaya diri yang berlebihan dapat membuat orang tampak sombong, terutama bila ia tidak mempunyai keterampilan sosial. Aspek-aspek kepercayaan diri menurut Lauster (dalam Gufron & Risnawita S, 2014:36) adalah sebagai berikut: Keyakinan kemampuan diri Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya.Ia mampu secara sungguh sungguh akan apa yang dilakukannya. Optimis Optimis Adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya Objektif Adalah orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut menurut dirinya sendiri Bertanggung jawab Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat di terima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kepercayaan diri meliputi keyakinan akan kemampuan diri, optimisme, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis, mampu menghadapi masalah, bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya, mampu dalam bergaul dan mampu menerima kritik dari orang lain. Faktor-faktor kepercayaan diri Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang menurut Hakim (2002:121) muncul pada dirinya sebagai berikut. Lingkungan keluarga Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap manusia, lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Berdasarkan pengertian di atas, rasa percaya diri baru bisa tumbuh dan berkembang baik sejak kecil, jika seseorang berada di dalam lingkungan keluarga yang baik, namun sebaliknya jika lingkungan tidak memadai menjadikan individu tersebut untuk percaya diri maka individu tersebut akan kehilangan proses pembelajaran untuk percaya pada dirinya sendiri. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama yang sangat menentukan baik buruknya kepribadian seseorang. Hakim (2002:121) menjelaskan bahwa pola pendidikan keluarga yang bisa diterapkan dalam membangun rasa percaya diri anak adalah sebagai berikut : (a) menerapkan pola pendidikan yang demokratis, (b) melatih anak untuk berani berbicara tentang banyak hal, (c) menumbuhkan sikap mandiri pada anak, (d) memperluas lingkungan pergaulan anak, (d) jangan terlalu sering memberikan kemudahan pada anak, (e) tumbuhkan sikap bertanggung jawab pada anak, (f) setiap permintaan anak jangan terlalu dituruti, (g) berikan anak penghargaan jika berbuat baik, (h) berikan hukuman jika berbuat salah, (i) kembangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki anak, (j) ajarkan anak agar mengikuti kegiatan kelompok di lingkungan rumah, (k) kembangkan hobi yang positi, (l) berikan pendidikan agama sejak dini. Pendidikan Formal Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga di rumah. Sekolah memberikan ruang kepada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya. Hakim (2002:122) menjelaskan bahwa rasa percaya diri siswa di sekolah bisa dibangunn melalui berbagai macam bentuk kegiatan sebagai berikut : (a) memupuk keberanian untuk bertanya, (b) peran guru/pendidik yang aktif bertanya pada siswa, (c) melatih berdiskusi dan berdebat, (d) mengerjakan soal di depan kelas, (e) bersaing dalam mencapai prestasi belajar, (f) aktif dalam kegiatan pertandingan olahraga, (g) belajar berpidato, (h) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, (i) penerapan disiplin yang konsisten, (j) memperluas pergaulan yang sehat dan lain-lain. Pendidikan Non Formal Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal misalnya : mengikuti kursus bahasa asing, jurnalistik, bermain alat musik, seni vokal, keterampilan memasuki dunia kerja (BLK), pendidikan keagamaan dan lain sebagainya. Sebagai penunjang timbulnya rasa percaya diri pada diri individu yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kemampuan yang dimiliki individu dalam mengerjakan sesuatu yang mampu dilakukannya, keberhasilan individu untuk mendapatkan sesuatu yang mampu dilakukan dan dicita-citakan, keinginan dan tekad yang kuat untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan hingga terwujud. Faktor eksternal yaitu lingkungan keluarga dimana lingkungan keluarga akan memberikan pembentukan awal terhadap pola kepribadian seseorang. Yang kedua adalah lingkungan formal atau sekolah, dimana sekolah adalah tempat kedua untuk senantiasa memperhatikan rasa percaya diri individu atau siswa yang telah didapat dari lingkungan keluarga kepada teman-temannya dan kelompok bermainnya. Yang ketiga adalah lingkungan pendidikan non formal tempat individu menimba ilmu secara tidak langsung belajar ketrampilan- keterampilan sehingga tercapailah keterampilan sebagai salah satu faktor pendukung guna mencapai rasa percaya diri pada individu yang bersangkutan. Self Disclosure Pengertian Self Disclosure Self disclosure merupakan tindakan untuk mengungkapkan tentang bagaimana kita berinteraksi dengan orang terhadap situasi yang terjadi saat ini, dan memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan, yang dapat menjelaskan reaksi yang kita perbuat saat ini. DeVito (2011) menyebutkan bahwa makna dari self disclosure adalah suatu bentuk komunikasi dimana anda atau seseorang menyampaikan informasi tentang dirinya. Wrightsman (dalam Dayakisni dan Hudaniyah, 2006: 104) menyebutkan keterbukaan diri adalah suatu proses menghadirkan diri yang terwujud dalam kegiatan membagi informasi, perasaan, dengan orang lain. Devito (2011: 64) menyatakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya yang biasanya disembunyikan atau tidak diceritakan kepada orang lain. Istilah keterbukaan diri mengacu pada pengungkapan informasi secara sadar. Morton (dalam Sears, Jonathan & Anne, 1985: 254) mengungkapkan bahwa pengungkapan diri atau keterbukaan diri adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Keterbukaan diri deskriptif adalah kegiatan melukiskan berbagai fakta mengenai diri individu yang belum diketahui oleh orang lain yang berada di lingkungan sekitarnya. Keterbukaan diri evaluatif adalah kegiatan mengungkapkan pendapat atau perasaan individu seperti mengungkapkan perasaan mengenai orang- orang yang disukai maupun tidak disukai. Sedangkan Johanes Papu menjelaskan bahwa pengungkapan diri atau self disclosure dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja. Dari beberapa pengertian self disclosure ,dapat penulis tegaskan yang dimaksud dengan self disclosure adalah mengungkapkan informasi kepada orang lain. hal yang diungkapkan berhubungan dengan informasi yang bersifat personal, perasaan ,sikap, dan pendapat. Aspek-aspek Self Disclosure Altman & Taylor (dalam Gainau, 2012) menemukan 5 aspek dalam self disclosure yaitu: Ketepatan Hal ini mengacu pada apakah seorang individu mengungkapkan informasi pribadinya dengan relevan dan untuk peristiwa dimana individu terlibat atau tidak (sekarang dan disini). Sebuah self disclosure mungkin akan menyimpang dari norma dalam hubungan yang spesifik jika individu tidak sadar akan norma tersebut. Individu harus bertanggung jawab terhadap resikonya, meskipun bertentangan dengan norma. Self - disclosure yang tepat dan sesuai meningkatkan reaksi yang positif dari partisipan atau pendengar. Pernyataan negatif berkaitan dengan penilaian diri yang sifatnya menyalahkan diri, sedangkan pernyataan positif merupakan pernyataan yang termasuk kategori pujian. Motivasi Motivasi berkaitan dengan dorongan seseorang untuk mengungkapkan dirinya kepada orang lain. Dorongan bisa berasal dari dalam diri maupun dari luar. Dimana dorongan dari dalam berkaitan dengan apa yang menjadi keinginan dan tujuan seseorang yang melakukan self disclosure. Sedangkan dari luar, dipengaruhi lingkungan keluarga, sekolah, dan pekerjaan Waktu Waktu yang digunakan dengan seseorang akan cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya self disclosure. Pemilihan waktu yang tepat sangat penting untuk menentukan apakah seseorang dapat terbuka atau tidak. Pada intinya perlu memperhatikan kondisi orang lain, jika waktunya kurang tepat misalkan seseorang dalam kondisi capek atau dalam keadaan sedih maka orang tersebut cenderung kurang terbuka dengan orang lain. Sedangkan waktu yang tepat adalah seperti waktu seseorang dalam kondisi bahagia atau senang maka ia akan cenderung untuk terbuka. Keintensifan Keintensifan seseorang dalam keterbukaan diri (self disclosure) adalah tergantung pada siapa seseorang mengungkapkan diri, apakah teman dekat, orang tua, teman biasa, orang yang baru kenal. Kedalaman dan keluasan Dalam hal ini ada dua dimensi yakni self disclosure yang dangkal dan yang dalam. Self disclosure yang dangkal biasanya diungkapkan kepada orang yang baru dikenal. Kepada orang tersebut biasanya diceritakan aspek - aspek geografis tentang diri misalnya nama, daerah asal dan alamat. Self disclosure yang dalam, diceritakan kepada orang- orang yang memiliki kedekatan hubungan Faktor-faktor yang mempengaruhi Self disclosure Menurut Devito (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri diantaranya: Besar kelompok Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Kelompok yang terdiri atas dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Dengan satu pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri meresapi dengan cermat. Perasaan menyukai individu membuka diri dengan orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak kita sukai. Hal ini dikarenakan orang yang individu sukai dan mungkin juga memiliki perasaan yang sama akan bersikap mendukung dan positif atau terbuka dengan individu tersebut. Kompetensi Individu yang berkompeten akan lebih terbuka mengenai dirinya daripada orang yang kurang berkompeten. Individu yang berkompeten akan mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan baik karena individu tersebut dapat menempatkan dirinya, mengatakan apa yang seharusnya dikatakan, dan juga bersikap terbuka. Keterbukaan dianggap berhasil apabila seseorang memahami betul terhadap apa yang diinformasikan, baik positif maupun negatifnya. Kepribadian Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert. Topik Individu cenderung terbuka tentang informasi dengan topik tertentu. Individu lebih terbuka mengenai hobi atau pekerjaan daripada tentang keadaan ekonomi, seks dan kehidupan keluarga. Umumnya topik yang bersifat pribadi dan informasi yang kurang baik akan menimbulkan kemungkinan kecil individu terbuka. Jenis kelamin Pada umumnya pria lebih kurang terbuka daripada wanita. wanita lebih senang membagikan informasi tentang dirinya ataupun orang lain. Sebaliknya pria lebih senang diam atau memendam sendiri permasalahannya dari pada membicarakan kepada orang lain. Hubungan Self Disclosure dengan Kepercayaan diri Siswa dalam Mengemukakan Pendapat Menurut Maryam B. Gainau (2012) self-disclosure merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial". Menurut Lumsden (dalam Gainau, 2012) keterampilan self-disclosure yang dimiliki remaja akan membantunya dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila remaja tersebut tidak memiliki kemampuan self-disclosure, maka dia akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, menurut Warga (dalam Retno Puspito Sari dkk., 2006:12) "Pengungkapan diri (self-disclosure) diperlukan untuk mengatasi masalah dalam pembentukan hubungan interpersonal dan merupakan cara langsung agar dipahami orang lain". Pengungkapan diri (self-disclosure) juga merupakan cara untuk mendapat dukungan dari orang lain dalam melewati masa penyesuaian diri, baik dengan lingkungan maupun penyesuaian dengan perubahan internal sebagai akibat perubahan tahap perkembangan yaitu masa remaja (Retno Puspito Sari dkk., 2006:12). Sejalan dengan itu, hasil penelitian Johnson (dalam Gainau, 2012) menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam pengungkapan diri (self-disclosure) akan mampu mengungkapkan diri secara tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri, lebih percaya diri, lebih kompeten, lebih diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif dan terbuka. Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Seseorang dikatakan sukses apabila ia mampu melakukan kegiatan tanpa adanya keragu-raguan. Salah satu aspek dalam kepercayaan diri adalah keyakinan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggungjawab, dan realistis. Berdasarkan pendapat sebelumnya maka pengungkapan diri (self-disclosure) remaja akan mempengaruhi kepercayaan dirinya. Remaja yang memiliki tingkat self-disclosure yang tinggi akan lebih percaya diri dalam mengemukakan pendapat di kelas. Kerangka Konseptual Bagan kerangka konseptual dalam penelitian dapat digambarkan secara praktis seperti gambar dibawah ini: Self Disclosure(X) Kepercayaan diri (Y) Gambar 1: Kerangka Kerangka Konseptual Hubungan antara Pengungkapan Diri (Self- Disclosure) dengan Kepercayaan Diri Kerangka konseptual bertujuan untuk menggambarkan penelitian secara garis besar. Dimana yang menjadi variabel bebas pada penelitian ini adalah self disclosure (keterbukaan diri ) dan variabel terikat adalah kepercayaan diri. Seorang siswa yang memiliki tingkat kepercayaan dirinya tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri dalam hal mengemukakakn pendapat di depan kelas. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah atau masalah yang diajukan oleh peneliti yang dijabarkan dari landasan teori atau kajian teori dan masih harus diuji kebenarannya (Riduwan, 2010). Sifatnya yang masih sementara, maka perlu dibuktikan kebenarannya melalui data emperik yang terkumpul atau penelitian ilmiah. Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijabarkan maka hipotesis penelitian ini adalah: Ho : Tidak ada hubungan self disclosure dengan kepercayaan diri siswa dalam mengemukakan pendapat di kelas X SMK-N 9 Padang. Ha : Terdapat hubungan signifikan self disclosure dengan kepercayaan diri siswa dalam mengemukakan pendapat di kelas X SMK-N 9 Padang. 3. Metodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berbentuk deskriptif korelasional. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X di SMKN 9 Padang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan analisis korelasional. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment. Uji korelasional dilakukan dengan memanfaatkan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) Versi 20.0. dan Microsoft Excell 2007. 4. Hasil dan Diskusi Berdasarkan hasil pengolahan data sebelumnya maka dapat dijabarkan hasil penelitian sebagai berikut: (1) untuk mendeskripsikan tingkat pengungkapan diri (self-disclosure) siswa, (2) untuk mendeskripsikan tingkat kepercayaan diri siswa dan (3) untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pengungkapan diri (self-disclosure) dengan kepercayaan diri siswa kelas X dalam mengemukakan pendapat. Gambaran pengungkapan diri (self-disclosure) remaja dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1: Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengungkapan Diri (Self-Disclosure) (N=204) Kategori Rentang skor Responden Persentase Rendah 126 75 36,8% Jumlah 204 100% Data pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat self disclosure sedang sebesar 63,2% dan sisanya 36,8% memiliki tingkat self disclosure tinggi. Self disclosure merupakan tindakan untuk mengungkapkan tentang bagaimana kita berinteraksi dengan orang terhadap situasi yang terjadi saat ini, dan memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan, yang dapat menjelaskan reaksi yang kita perbuat saat ini. Setiawati (2012) mengemukakan bahwa pengungkapan diri (self disclosure) adalah proses menghadirkan diri dalam kegiatan berupa berbagai topik seperti informasi yang akrab, informasi perilaku, sikap, membagi perasaan, keinginan, motivasi, dan ide. Keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya yang biasanya disembunyikan atau tidak diceritakan kepada orang lain. Istilah keterbukaan diri mengacu pada pengungkapan informasi secara sadar (Devito, 2011: 64) Pengungkapan diri atau self disclosure dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja. Gambaran penyesuaian diri remaja dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2: Distribusi Frekuensi dan Persentase Kepercayaan Diri Siswa Berpedapat di Depan Kelas (N=204) Kategori Rentang skor Responden Persentase Rendah 108 61 29,9% Jumlah 204 100% Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari responden dapat diketahui bahwa 143 responden memiliki tingkat kepercayaan diri sedang atau sebesar 70,1%, dan sisanya 61 orang memiliki tingkat kepercayaan diri tinggi atau sebesar 29,9%. Percaya Diri adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Sedangkan kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Setianingsih (2015) mendefinisikan kepercayaan diri merupakan modal dasar keberhasilan di segala bidang. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kepercayaan diri merupakan titik awal yang dapat menentukan pencapaian cita-cita atau impian yang ada di dalam diri individu. Dengan kata lain, awal tercapainya cita-cita seseorang ditentukan oleh keyakinan kuat dalam diri untuk meraih cita-cita yang didambakan. Pendidikan di sekolah juga merupakan lingkungan yang sangat berperan penting dalam menumbuhkembangkan kepercayaan diri anak. Individu yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan terlihat lebih tenang, tidak memiliki rasa takut, dan mampu memperlihat kan kepercayaan dirinya setiap saat. Sedangkan bagi mereka yang tidak percaya diri, setiap kegagalan mempertegas rasa tidak mampu mereka. Tidak adanya percaya diri dapat mewujud dalam bentuk rasa putus asa, rasa tidak berdaya, dan meningkatnya keraguan kepada diri sendiri. Selain itu, percaya diri yang berlebihan dapat membuat orang tampak sombong, terutama bila ia tidak mempunyai keterampilan sosial. Kepercayaan diri juga sangat penting bagi seseorang untuk dapat mengembangkan potensinya. Jika seseorang memiliki bekal kepercayaan diri yang baik, maka individu tersebut akan dapat mengembangkan potensinya dengan mantap (Fahmi & Slamet, 2017). Kepercayaan diri membuat siswa berani mengemukakan pendapat ketika diperintahkan guru maupun secara sukarela. Kepercayaan diri membantu siswa mencapai prestasi dan hasil belajar yang lebih baik lagi. Hasil analisis korelasi antara pengungkapan diri (self-disclosure) dengan kepercayaan diri siswa dalam berpendapat di depan kelas dipaparkan pada Tabel 3. Variabel N r-hitung Sign Pengungkapan Diri (Self-Disclosure) 143 0,415 0.000 Kepercayaan Diri Tabel 3: Pengungkapan Diri (Self Disclosure) dan Kaitanya dengan Kepercayaan Diri Siswa Data pada Tabel 3 memperlihatkan besarnya nilai koefisien korelasi antara variabel pengungkapan diri (self-disclosure) (X) dengan kepercayaan diri (Y), yaitu 0,415 dengan signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengungkapan diri (self-disclosure) dengan kepercayaan diri siswa dalam hal berpendapat di depan kelas. Artinya, jika semakin tinggi pengungkapan diri (self-disclosure) maka kepercayaan dirinya akan semakin baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2014) hubungan antara kepercayaan diri dengan pengungkapan diri (self disclosure). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan pengungkapan diri dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0.551 dan probabilitas kesalahan (p) < 0.01. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kepercayaan diri maka semakin tinggi pula pengungkapan yang dilakukan. Sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri maka semakin rendah pula pengungkapan yang dilakukan. Selanjutnya, Rahmadhaningrum (2013) menguji hubungan kepercayaan diri dan pengungkapan diri siswa SMA terbuka Kepanjen. Hasil penelitian menunjukkan kepercayaan diri siswa SMA Terbuka sebagian besar berada dalam kategori sedang sebanyak.pengungkapan diri siswa SMA Terbuka sebagian besar berada dalam kategori sedang. Ada hubungan antara kepercayaan diri terhadap pengungkapan diri remaja dengan nilai r = 0,463, nilai p = 0,001 < 0,05, menunjukkan bahwa semakin keterbukaan diri kepercayaan diri maka semakin tinggi pengungkapan diri. 5. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasannya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (a) pengungkapan diri (self-disclosure) siswa secara umum berada pada kategori sedang, (b) kepercayaan diri siswa dalam hal mengemukakakn pendapat di depan kelas secara umum berada pada kategori sedang, (c) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengungkapan diri (self-disclosure) dengan kepercayaan diri siswa dalam hal mengemukakan pendapat di depan kelas. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti mengemukakan beberapa saran, sebagai berikut: (a) perlu adanya tindak lanjut untuk meningkatkan self disclosure siswa, terlebih jika memang ada permasalahan yang membutuhkan keterbukaan diri siswa yang bersangkutan. Dalam hal ini orang tua juga dapat membantu karena berdasarkan hasil penelitian terdapat pengaruh lingkungan yang dalam hal ini termasuk orang tua, (b) bagi siswa diharapkan agar memiliki kesadaran untuk lebih meningkatkan self disclosure mereka khususnya jika informasi tersebut memang penting dan justru mampu membantu permasalahan serta perkembangan diri mereka, (c) peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan untuk meneliti permasalahan tentang pengungkapan diri (self-disclosure) dan kepercayaan diri secara lebih luas berkaitan dengan faktor internal dan eksternal lainnya. Referensi [1]Ashali, H. L., Wagimin, & Hidayat, R. R. (2015). Kepercayaan Diri Ditinjau Dari Self-Disclosure dan Tingkat Ekonomi Orangtua pada Siswa SMP di Sukoharjo. CONSILIUM : Jurnal Program Studi Bimbingan Dan Konseling, 3(June). [2]DeVito, J. A. (2011). Komunikasi antar manusia. Jakarta: Professional Books. [3]Fahmi, N. N., & Slamet, S. (2017). Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa Smk Negeri 1 Depok Sleman. Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam, 13(2), 69–84. https://doi.org/10.14421/hisbah.2016.132-05 [4]Fatchurahman, M., & Pratiko, H. (2012). Kepercayaan Diri, Kematangan Emosi, Pola Asuh Orang Tua Demokratis dan Kenakalan Remaja. Persona:Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2). https://doi.org/10.30996/persona.v1i2.27 [5]Gainau, M. B. (2012). Keterbukaan Diri. Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Papua, 12–36. [6]Ghufron, M. N., & Risnawita, R. S. (2010). Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. [7]Hakim, T. 2005. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Purwa Suara. [8]Kumalasari, A. G., & Desiningrum, D. R. (2016). Hubungan Antara Dukungan Sosial Guru Dengan Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Pada Remaja. Empati, 5(4), 640–644. [9]Lauster, P. (2010). Tes Kepribadian.Jakarta : Gaya Media Pratama. [10]Racmat, J. (2000). Psikolgi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. [11]Rahmadhaningrum, A. (2013). Hubungan keterbukaan diri (self-disclosure) dengan interaksi sosial remaja di SMA Negri 3 Bantul Yogyakarta. 2. [12]Rahmamawati (2014). Skripsi Hubungan keterbukaan Diri dengan kepercayaan diri interpesona pada siswa VIII SMP N 1 Melati Slema. Yokyakarta. [13]Retno Puspito Sari, Tri Rejeki A. & Achmad M.M. (2006). Pengungkapan Diri Mahasiswa Tahun Pertama Universitas Diponegoro Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Harga Diri. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3(2): 11-25. [14]Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. [15]Setianingsih, E. S. (2015). KETERBUKAAN DIRI SISWA (Self Disclosure). Journal of Chemical Information and Modeling, 2(2), 1689–1699. [16]Setiawati, D. (2012). Efektivitas model knap untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan, 13(1), 17–26. http://ejournal.unesa.ac.id/article/8301/75/article.pdf [17]Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.