Early voters whose backgrounds are senior high school level are believed to possess particular political knowledge. However, this group is suspected to be one of the nests of abstainers. Why does not political knowledge lead them to use their right to vote? To answer this question, a survey had been conducted toward 170 senior high school students in Kota Bandung and an intensive interview had been applied to 10 students. Statistical calculation shows that high correlation degree between political news influence and cognitive conception change of the students, but the degree is low to their political attitude. This discrepancy is caused by political news that is provided in newspaper which indirectly relates to the early voters' need, besides more impressive news diminishing government image than ones discussing election.
Fenomena kemunculan populisme menuai berbagai pro kontra dari berbagai ahli. Sebagian ahli, menganggap bahwa populisme merupakan bagian dari dinamika demokrasi, namun ada juga sebagian tokoh yang menganggap berbahaya. Tujuan dari penulisan artikel ini ialah ingin memberikan sebuah deskripsi argumentatif mengenai berbagai fenomena populisme yang terjadi di berbagai negara mulai dari Eropa Barat, Syriza, Amerika Serika, Amerika Latin, Argentina, Venezuela dan Indonesia. Maka dengan melihat kajian empiris dari perkembangan kemunculan populisme di setiap negara tersebut kita dapat melihat titik diferensiasi dan problematika yang muncul terhadap keberadaan populisme. Sehingga kita tidak memberikan sebuah penilaian kosong tanpa adanya sebuah dalil, fakta, data dan kajian yang lebih komperhensif dalam menilai fenomena populisme. Penulisan artikel ini menggunakan metode kajian systematis review dari 3 data base Google Scholar, SAGE Journal dan Taylor & Francis Online yang menghasilkan 9 artikel sebagai kajian artikel utama. Hasil dari penulisan ini yaitu berbagai fenomena populisme yang terjadi di berbagai negara memiliki ciri dan tujuannya masing. Negara, demokrasi, pluralisme dan populisme merupakan sebuah entitas yang tidak dapat dipisahkan dan akan terus berdampingan sejalan. Populisme yang memberikan dampak bahaya adalah populisme yang menentang aturan demokrasi, sedangkan populisme yang memberikan dampak baik adalah populisme yang memiliki kontribusi dalam representasi dari berbagai entitas masyarakat.
This study aimed to describe the realization of citizenship education in the learning practice of the Kampus Merdeka program and to analyze the involvement of various parties in the effort to realize citizenship education in the Merdeka Campus program. This study applied a qualitative approach with a literature study method carried out through several activities, namely collecting library data, reading and taking notes, and processing information according to the formulation of the problem discussed. The realization of citizenship education in the learning practice of the Kampus Merdeka program was executed through several activities that directly interact with the community, including research, entrepreneurship, humanitarian projects, independent projects, and thematic Real Work Lectures (KKN) or village building. Efforts to realize citizenship education in the Kampus Merdeka program required several parties, namely the government, academia, the community or society, the private sector, and the media.
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui substansi kampus merdeka dalam perspektif aliran filsafat pendidikan progresivisme dan perenialisme. Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur. Proses analisis data dalam penelitian ini meliputi: reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah 1) kebijakan kampus merdeka begitu merepresentasikan filsafat pendidikan progresivisme, karena menghendaki adanya modernisasi dan demokratisasi, guna mewujudkan kemerdekaan atau kebebasan dalam pendidikan, dalam konteks orientasi pendidikan dan pembelajarannya, kampus merdeka memiliki keselarasan dengan filsafat pendidikan progresivisme, karena berfokus pada upaya mentrasformasikan berbagai keterampilan, disiplin ilmu, kepekaan sosial dan kepribadian, kepada mahasiswa 2) kebijakan kampus merdeka, dalam konteks aliran filsafat pendidikan perenialisme, tidak begitu memiliki relevansi yang substansial, karena perenialisme berbanding terbalik dengan progresivisme, orientasi kampus merdeka untuk membentuk kepribadian mahasiswa, tentu masih memiliki relevansi dengan filsafat pendidikan perenialisme, walau bukan menjadi landasan utamanya, tetapi filsafat perenialisme memberikan refleksi mengenai pentingnya menjaga substansi pendidikan agar tetap selaras dengan kebudayaan, termasuk pada era modern.
Sebagai bagian dari masyarakat ilmiah dan bagian integral warga negara, mahasiswa perlu memahami peranan kehidupannya. Amanat besar yang ada pada pundak mahasiswa adalah sebagai kekuatan moral dan kekuatan intelektual yang selanjutnya berkedudukan sebagai agent of change. Untuk mampu memainkan peranannya sebagai kekuatan moral dan kekuatan intelektual tersebut, perlu ada wadah yang menampung segenap potensi dan segenap kreatifitas mahasiswa yaitu organisasi kemahasiswaan. Untuk mampu mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam organisasi tersebut, maka diperlukan kepemimpinan yang efektif didalamnya sehingga mampu memberikan manfaat yang besar terhadap mahasiswa. Dengan konstituen moralnya, mahasiswa bisa berdiri di atas kepentingan rakyat dan berbicara kepada setiap unsur elit politik. Untuk itu, mahasiswa harus mampu menyikapi berbagai polemik politik yang terjadi dilingkungannya baik itu dalam ruang lingkup regional maupun nasional, karena politik telah mempengaruhi mereka terlepas apakah mereka terlibat dalam proses politik atau hanya sekedar pelaksana dan dilibatkan semata dalam proses politik tersebut. Dengan mengacu pada latar belakang di atas, hal itu menunjukkan bahwa ada pengaruh kepemimpinan mahasiswa terhadap sikap politik mereka. Sehingga peneliti mengetengahkan permasalahan yaitu: "Seberapa besar pengaruh kepemimpinan mahasiswa terhadap sikap politik mahasiswa itu sendiri?". Namun karena keterbatasan peneliti, penelitian ini hanya dilakukan pada Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Garut (BEM STKIP Garut). Hasil penelitian menunjukan, terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh kepemimpinan mahasiswa terhadap sikap politik mahasiswa. Ini berarti perubahan sikap politik mahasiswa tergantung pada perubahan kepemimpinan mahasiswa. Dari hasil uji linieritas regresi diketahui bahwa terdapat hubungan linieritas antara pengaruh kepemimpinan mahasiswa terhadap sikap politik mahasiswa. Hal ini berarti, apabila pengaruh kepemimpinan mahasiswa semakin tinggi maka sikap politik mahasiswa akan semakin tinggi pula. Dan sebaliknya apabila pengaruh kepemimpinan mahasiswa semakin lemah maka semakin rendah pula sikap politik mahasiswa. Kepemimpinan mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan sangat berpengaruh terhadap sikap politik mahasiswa. Kepemimpinan mahasiswa juga merupakan faktor yang mempengaruhi sikap politik mahasiswa, meskipun tidak secara keseluruhan dipengaruhi oleh variabel kepemimpinan mahasiswa.
Suatu demokrasi yang inklusif dapat dijalankan jika adanya keterwakilan dari setiap kelompok, salah satunya pemuda. Peneliti melakukan analisis untuk menelaah penguatan peranan pemuda dalam memproses sebuah peningkatan partisipasi politik yang inklusif. Peneliti melakukan penelitian dengan maksud menggali permasalahan dalam menganalisis stigma adanya pemuda oligarki dan pemuda anarkis sehingga mengurangi peranan dari pemuda melalui pendekatan kualitatif yakni wawancara, observasi dan studi pustaka dengan mendalami artikel nasional atau artikel internasional dengan tujuan menggali peranan pemuda dalam mewujudkan partisipasi politik yang inklusif. Hasil tinjauan ini menunjukkan bahwa pemuda kritis dan partisipatif sangat diperlukan penguatan partisipasi politik yang inklusif oleh kemitraan strategis antara seluruh komponen masyarakat, badan pemerintah, otoritas hukum, para wakil dan anggota organisasi lainnya untuk pemberdayaan pemuda. Penelitian ini memberikan titik acuan yang tepat untuk diteliti lebih lanjut dengan mengidentifikasi eksistensi pemuda kritis dan partisipatif sebagai upaya menguatkan partisipasi politik yang inklusif.
AbstractLocal election in 2020 is a form of democracy for the Indonesian people, with this aim, namely to see how citizens interpret the concept of democracy in Indonesia during the elections held during the Pandemic. This research was conducted using the method of literature study (library research) or research with literature studies, namely research data and information from scientific journals and books as well as research results. Such is the data process obtained that the holding of regional head elections in a Pandemic reaps pros and cons. The media is a public space that is used by citizens in realizing their participation, and the manifestation of a citizen's democratic attitude can be seen from his role through the public space in his decision-making process. Thus, the media as a means of political discussion in the community, this can be said as the meaning of democracy that can be seen by every individual in the practice of citizenship. --- AbstrakPemilihan Kepala Daerah serentak yang diselenggarakan pada tahun 2020 merupakan wujud demokrasi bagi bangsa Indonesia, tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui bagaimana warga negara memaknai konsep demokrasi di Indonesia saat pilkada yang dilaksanakan saat Pandemic. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur (library research) atau penelitian dengan studi pustaka, yaitu pengumpulan data dan informasi dari jurnal ilmiah dan buku serta hasil penelitian. Demikian proses data yang didapatkan bahwa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam Pandemic menuai pro dan kontra. Media menjadi ruang public yang digunakan warga negara dalam mewujudkan partisipasinya, dan perwujudan sikap demokratis seorang warga negara dapat dilihat dari peran dirinya melalui ruang public dalam proses pengambilan keputusannya. Demikian, media sebagai sarana diskusi politik di kalangan masyarakat, hal ini dapat dikatakan sebagai makna demokrasi yang dapat dilihat setiap individu dalam praktek kewarganegaraan.
This study intends to criticize the interplay of the government vis-à-vis youth in the context of democratization. Specifically, this study aims at explaining the government's discursive efforts in shaping and articulating the ethos of citizenship in youth. Through critical studies using critical discourse analysis with semanalysis techniques, rhetorical analysis, and critique of youth reality through observation and in-depth interviews, this study found that: (1) the government has expected the quality improvement of citizenship participation at a citizen power level through collaboration. However, in practice, the established relationship represented the panopticon dominance model with subject-object political logic; and (2) the youth's ethos of citizenship has been articulated at the level of tokenism. This was caused by the tendency of political struggle among youth to gain access to power. Budget factors still play an important role in this case. This situation demands institutional to strengthen and revitalize the political dimension in youth through optimizing youth relations with conventional political structures.
Digital media is one of the most popular media communication in recent years. A number of communities and organizations commonly use digital media as vessels to communicate, to inform and disseminate information. The proliferation of digital media has also been eclipsed by a number of political parties to deliver political messages to the public. The high profit derived from the use of digital media gave the political party a new innovation. The Indonesian solidarity party (psi), as a new political party in Indonesia, tries to use digital media as its political means of communication. The research will focus on psi's political communication strategy asa new political party to market its products and parties in digital media. The approach used was qualitative by case study methods with in-depth interviews and for the selection of informants used a intergalactic sampling technique. The principal informers of the study are the leaders, stewards, and caddis of the psi and are supported by supporting experts in political communication, public and political rival psi. The study will further expose digital political communication strategies done by the psi to marketing products, parties, approaches to voters, parliament, internal and media. The results of this study suggest that digital media is particularly influential in the strategies used. Keywords: Communication strategy, digital media, Indonesian Solidarity Party ; Media digital merupakan salah satu media komunikasi yang tengah diminati belakangan ini. Sejumlah masyarakat dan organisasi marak menggunakan media digital sebagai wadah untuk berkomunikasi, mendapatkan informasi dan menyebarkan informasi. Maraknya penggunaan media digital juga dilirik oleh sejumlah partai politik untuk menyampaikan pesan politiknya kepada masyarakat. Banyaknya keuntungan yang didapat dengan penggunaan media digital memberikan sebuah inovasi baru bagi partai politik. Hal tersebut yang dilakukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sebagai partai politik baru di Indonesia yang mencoba menggunakan media digital sebagai sarana komunikasi politiknya. Penelitian ini akan berfokus kepada strategi komunikasi politik yang dilakukan PSI sebagai partai politik baru guna memasarkan produk dan partainya dalam media digital. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode studi kasus dengan wawancara mendalam dan untuk pemilihan informan digunakan teknik purposive sampling. Informan utama dari penelitian ini adalah pimpinan, pengurus, serta kader partai PSI serta didukung oleh informan pendukung pakar komunikasi politik, khalayak PSI dan juga lawan politik PSI. Pokok penelitian ini akan memaparkan strategi komunikasi politik digital yang dilakukan oleh PSI meliputi strategi pemasaran produk, partai, pendekatan kepada pemilih, parlemen, internal dan juga media. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa media digital sangat berpengaruh dalam strategi yang digunakan PSI dalam melakukan komunikasi politiknya Kata kunci: Strategi komunikasi, media digital, Partai Solidaritas Indonesia
Laws of specialization is one indicator in personal branding that includes ability, behavior, lifestyle, mission, achievement, profession and service. Laws of specialization is an important indicator of personal branding that must be known by various segments of voters in the community as a source of information relating to the president and vice president. But in reality, laws of specialization experience a distortion of meaning so that these personal characteristics become biased and are often associated with various political interests. This often leads to conflicts that are based on differences in understanding, as well as the emergence of an attitude of distrust of presidential candidates and vice presidential candidates for the 2019 general election. This study uses a quantitative approach, descriptive statistics. Through this research, the people of Bandung City already know and are able to distinguish and provide responses about the laws of specialization of presidential and vice presidential candidates in the 2019 general election. This research has implications for community leaders, political figures and the government.
This study aims to analyze the journalism and digital media practice that resulted in the digital fetishism trend in Indonesian millennial journalists before and during the COVID-19 pandemic. This research adopts the qualitative approach by a case study with in-depth interviews with eight journalists from reputable print and online media and participatory observations which focus on eight journalists' social media accounts. This research finds that digital media has become a part that cannot be separated from millennial journalists. Dependence on digital media forms a digital fetishism. This research shows that millennial journalists remain disadvantaged and tend to be exploited. Journalists also have the status of digital labor. Digital fetishism has become an ideology and identity which shackles millennial journalists. This study suggests that many opportunities can still be developed by gaining a sustainable future by prioritizing innovation, professionalism, independence, and inclusion.
Based on ethnicity, identity politics has become a political phenomenon, especially in the areas that have ethnic diversity such as in West Kalimantan Province. This study aims to explain the rise of Malay ethnic in the Governor Elections, 2018. In the last regional elections, there were differences in the growth of ethnic politics. This research used a qualitative approach through observation, interviews, and literature studies. The results show that the existence of a single contestant candidate from Malay ethnic that makes the votes become undivided. Next, there was an agreement from a tribal organization of Malays in the nomination of a candidate. Then, there was the distribution of controversial videos spoken by non-Malays who offend the Malay ethnic community. Soit makes the ethnic Malay united to win the pair of candidates Sutarmidji and Ria Norsan that have Malay ethnic background. For these reasons, it is a revival of ethnic politics in the ethnic Malay community.
The Industrial Revolution 4.0, which makes the internet its backbone, has accelerated the process due to the Covid-19 pandemic which forced citizens to shift all their activities to the digital world, including the involvement of citizens in responding to public discourse. Citizens' public discourses that previously took place in real public spaces have now shifted to digital spaces, one of which is social media. To bridge these changes, a conceptualization of civic engagement is needed through a digital platform. The online citizen involvement was later referred to as online civic engagement, namely civic engagement activities specifically carried out by digital citizens involving several types of digital media, one of which is social media. This literature study provides a clearer picture of the forms of community interaction through social media that go beyond what is known as "slacktivism". When many democracies are faced with the problem of decreasing citizen participation in politics, social media comes with a new form of civic interaction with what is meant by online civic engagement.