Sacred placemaking in a Muslim minority setting: a contemporary dynamic of Islam in a North Bali village, Indonesia
In: Contemporary Islam: dynamics of Muslim life
ISSN: 1872-0226
5 Ergebnisse
Sortierung:
In: Contemporary Islam: dynamics of Muslim life
ISSN: 1872-0226
This article discusses the arts of governing Islam in Indonesia, a majority Muslim country, which is neither secular nor Islamic. It tries to explain how the premise of governmentality is modelled into the state structure and politics. Rather than seeing Islamophobia as a cultural practice, the article argues that Islamophobia develops partly because of power relations between the ruler and the ruled, or as I call it "regimented Islamophobia". It is the fear of "Islamic threats" – whether real or imagined – that is deemed as a potent challenge to regimes' power and authority. While the notion of majority-minority relation remains essential to analyse the forms of Islamophobia, this article offers a new insight of how political regimes exercise "governmentality practices" or the arts of governing Islam and controlling Muslim aspirations. This practice of governmentality is a key strategy to pacify Islam during the colonial and post-colonial Indonesia. As far as Indonesian political history is concerned, this governmentality practice is old wine in a new bottle; it is the technique Dutch colonial government and the regimes following the Indonesian independence have exercised for subjugating Islam and controlling aspirations of its believers.
BASE
Reformasi penyiaran tahun 2002 sampai saat ini belum mampu melahirkan sistem penyiaran yang demokratis, mendidik dan sesuai dengan kehendak dan harapan masyarakat. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengkaji mengenai peran dan fungsi penyiaran menurut undang-undang penyiaran tahun 2002 dan perkembangannya saat ini. Penelitian ini bersifat deskriptik- analitik dengan Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil dari penelitian ini menujukkan media penyiaran menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah diatur oleh UU Penyiaran, karena itu semua media penyiaran termasuk praktisinya harus taat dengan hukum dan etika penyiaran. Peran dan fungsi media penyiaran Radio dan Televisi saat ini semakin besar seiring dengan perkembangan zaman khususnya perkembangan masyarakat dan negara. Sehingga dapat disimpulkan dengan adanya Pemerintahan yang bersih (clean government), negara demokratis yang sesungguhnya serta penegakan nilai-nilai keadilan di masyarakat tidak akan terwujud apabila peran dan fungsi penyiaran tidak dimaksimalkan.
BASE
Gerakan oposisi MMI, memiliki tiga kekhasan, yaitu: dari aspek gagasan politik, gagasan MMI yang diantaranya pertama, MMI berkeyakinan bahwa Islam mengatur persoalan negara. Argumen ini didasarkan pada konsepsi bahwa Islam telah mengatur semua sendi kehidupan manusia, dari masalah duniawi sampai ukhrawi. Oleh karena itu, Islam bagi MMI adalah entitas yang tidak bisa dipisahkan dari negara (al-islam huwa al din wa al-dawlah). Kedua, pandangan penyatuan agama dan negara ini pada akhirnya mensyaratkan kedaulatan agama, yakni berupa negara Islam. Ketiga, pandangan MMI tentang pelaksanaan syariah Islam. Resistensi MMI terhadap negara adalah bentuk oposisi yang bekerjasama dengan beroperasi dalam sistem politik yang ada sekaligus oposisi yang berpartisipasi aktif dalam pemerintahan melalui aliansi atau koalisi dengan kekuatan-kekuatan politik.Kata Kunci: Oposisi, Syariah, Khilafah.
BASE
This article attempts to historically analyse the emergence of transnational jihadist movements in Indonesia, focusing on Jamaah Islamiyyah (JI), which is allegedly responsible for a number of terror attacks in South East Asia. The article discusses the historical background of the emergence of Jamaah Islamiyyah and its current development. It is argued that the Afghan battle-field was an important event and locus for Indonesian jihadits groups to exercise their military capabilities, establish secure bases and subsequently pave the emergence of the transnational jihadist. Through informal networks and joint operations, Jamaah Islamiyyah has become the hub for jihadist movements in Southeast Asia. It was the political opportunity of the reformation which gave way to the public appearance of Jamaah Islamiyyah as the MMI demonstrated, but it also brought the consequence of a split among JI activists. The split reappears when the MMI was becoming involved in politics, and the resignation of Ba'asyir from the top position of the MMI in 2008 exemplifies the turning point to the ideological foundation of JI as the Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyyah (PUPJI) prescribed.
BASE