Suchergebnisse
Filter
140 Ergebnisse
Sortierung:
Otonomi Papua Bukan Untuk Nestapa
PAPUA bukan hanya soal nama tetapi penyematan suatu identitas makna bagi generasi di level manapun. Saya tidak akan larut dalam pemekaran yang dianggit secara politik dan publik menyantapnya penuh gairah, karena secara ekologis wilayah Papua tidak akan mekar. Papua tidak akan merambah negara tetangga yang secara teritorial memiliki batas kenegaraan yang terekam dalam kosmopilitan dunia. Pemekaran adalah agenda politik yang bersambut secara kemasyarakatan untuk dikemas sebagai munculnya pemerintahan daerah baru dengan wilayah yang semakin menyempit. Biarlah itu bergerak dalam ranah yang wajal santun dan penuh ketulusan dengan memperhatikan hak asal-usul serta tradisiwarga Papua. Kekuatan politiktidak boleh mengabaikan, bahkan wajib mengamankan kekuatan adat agar identitas termiliki dan terwakili dalam pengelolaan pemerintahan.
BASE
The Implementation of Penta Helix Counterinsurgency (COIN) Strategic Model in Reconstructing Special Autonomy for Papua ; Rekonstruksi Otonomi Khusus Papua melalui Model Strategi Penta Helix Counterinsurgency (COIN)
The issues of Papua (Both Papua and West Papua Provinces) have been reached by international communities even though the government regulation; Law of the Republic of Indonesia Number 21, Year 2001, concerning Special Autonomy for Papua Province becoming a central issue as a problem solving to make a special treat for people in Papua internally. Whereas, the regulation is expected to make people in Papua develop political, economic, and cultural also resolving the insurgency problems among them. The arrangements of social and political, economy and budget are as a special treatment, only develop economy and infrastructure but it does not solve the conflicts until today. In this case, the Counterinsurgency (COIN) strategic model needs to be implemented following the appropriateness of national policy and the condition in Papua. This research used a content analysis method to reveal the causes of an un-optimal policy in solving the insurgency. Based on the four elements of COIN, only two elements exist; community and state elements. While the international community element and private sectors do not appear on the special autonomy legislation for Papua. As a reason, the COIN model appropriates with the condition of the people that include some elements; government, local community, the non-state, international community, and private sectors. Comparing to the United States of America (USA) model where the community is not included in the COIN element since the community as an object. On the other hand, it is different from China where military and political parties as important elements since the government decisions are supported by military force to solve the insurgency problem. This research found that civil and military cooperation in the model of COIN Papua after special autonomy is reflected by the existence of Local Government Leaders Communication Forum of Papua to face all situations that happened in Papua, both in security and emergency. Active coordination among governors, local legislators, Adat communities (customary), police, and army for COIN strategy needs special coordination to global communities openly that affect opinions on the people and private sector interests in Papua. ; Persoalan Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) telah mengundang komunitas internasional, namun kebijakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi isu sentral dalam penyelesaian Papua hanya memberi perlakuan khusus terhadap internal masyarakat Papua. Padahal, melalui Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat Papua agar lebih cepat berkembang, baik politik, ekonomi, maupun budaya, disamping itu masalah gerakan insurgency (pemberontakan) juga dapat dituntaskan. Kenyataannya, penataan sosial politik, ekonomi dan anggaran yang bersifat khusus telah diberikan namun hanya mengembangkan perekonomian dan infrastruktur tetapi gerakan untuk memisahkan diri belum berakhir sampai saat ini. Untuk itu perlu suatu model strategi counterinsurgency (COIN) yang tetap sesuai dengan kebijakan nasional dan kondisi masyarakar Papua. Penelitian ini menggunakan metode content analysis untuk mengungkap penyebab kebijakan yang tidak optimal dalam menyelesaikan counterinsurgency. Berdasarkan empat elemen dasar dalam COIN hanya ada dua elemen yang ada, yaitu elemen masyarakat dan negara, sementara elemen komunitas internasional dan sektor privat tidak ditemukan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Sehingga, model COIN yang sesuai dengan kondisi masyarakat Papua harus memiliki unsur pemerintah, masyarakat lokal, non-state, komunitas internasional, dan sektor privat. Kalau dibandingkan dengan model United States of America (USA) yang memposisikan masyarakat tidak masuk dalam unsur COIN karena masyarakat diletakkan sebagai objek yang menentukan. Beda lagi kalau dibandingkan dengan strategi Cina yang menempatakan militer dan partai politik sebagai elemen penting karena keputusan pemerintah didukung oleh kekuatan militer untuk mengatasi masalah insurgency. Penelitian ini menemukan bahwa kombinasi sipil dan militer dalam model kebijakan COIN Papua Pasca-Otonomi Daerah tercermin dengan adanya Forum Komunikasi Pemimpin Daerah (Forkompimda) Papua dalam menghadapi situasi, baik kondisi aman maupun kondisi darurat. Koordinasikan aktif antara gubernur, legislatif daerah, masyarakat adat, kepolisian, dan militer. Strategi COIN di masa mendatang perlu jalur koordinasi khusus dengan komunitas global secara terbuka yang mempengaruhi opini tentang masyarakat Papua dan kepentingan sektor privat yang cukup kuat di Papua.
BASE
Evaluasi Penerapan Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Keuangan Daerah di Provinsi Papua
Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 17, No. 1, April 2014, p. 51 - 78 ; Implementation of Standard Operating Procedures (SOP) in the regional financial management should be conducted based on an internal control system in the local government. When conducting the examination, BPK shall examine and assess the internal control system of the local government. Thus, if the internal control system of the local government is adequate, then compliance toward SOP can be implemented, and the results of the testing and examination of BPK is expected to give a favorable opinion. The provincial government of Papua has decreased the results of the examination of financial statements for three consecutive years. In 2007-2009 the provincial government of Papua gets a qualified opinion, and in 2010 received a disclaimer opinion. The purpose of this study was to evaluate SOP application compliance of regional financial management, which can be known to through BPK examination report containing the findings and their opinions based on the criteria. The results showed that the Provincial Government of Papua has prepared SOP of its financial management in line with the rule in force. However, the SOP is not fully adhered to in practice, due to several factors: (1) weak of government internal control systems; (2) lack of financial management guidance and supervision
BASE
Penyelesaian Konflik Internal antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Separatisme di Papua melalui Mekanisme Horse-Trading ; Internal Conflict Resolution between Government of Indonesia and Separatist Movement in Papua using Horse-Trading Mechanism
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyelesaian konflik internal antara Pemerintah Indonesia dan gerakan separatisme di Papua (Organisasi Papua Merdeka (OPM)) menggunakan mekanisme horse-trading. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengkaji latar belakang OPM dan konflik, kemudian membahas proses konflik dengan alat bantu analisis timeline untuk memahami perkembangan gerakan separatisme dari OPM berdasarkan urutan kronologis, dan membahas resolusi konflik yang pernah dilakukan dengan alat bantu analisis pemetaan konflik untuk memahami aktor-aktor yang terlibat dan tujuannya. Konflik ini merupakan hasil dari kompleksitas antara latar belakang historis, ideologis, dan rasa ketidakadilan di Papua, di sisi lain, Papua semakin didukung oleh dunia internasional. Upaya penyelesaian konflik Pemerintah Indonesia dengan OPM dengan mekanisme horse-trading sudah mulai dilakukan, namun belum mencapai resolusi yang baru. Mekanisme horse-trading dapat efektif menyelesaikan konflik ini bilamana didukung oleh kepercayaan antara kedua pihak untuk melakukan dialog dimana kedua pihak dapat menyampaikan tujuannya secara terbuka. ; The study aims to analyze the process of internal conflict resolution between the Government of Indonesia and the separatist movement in Papua (Free Papua Movement (Indonesian: Organisasi Papua Merdeka or OPM)) using a horse-trading mechanism. This study was qualitative method by discussing the Free Papua Movement background and the conflict, then discussing the conflict process of timeline analysis tool to understand the development of its movement based on chronological order, and discussing the conflict resolutions that have been carried out with conflict mapping analysis tool to understand the actors that involved and their objectives. The conflict is the result of complexity among historical backgrounds, ideology, and a sense of injustice in Papua, on the other hand, the international community has increasingly supported Papua. Horse-trading has been used to resolve the conflict of Free Papua Movement and the Government of Indonesia, yet it has not yet reached a new resolution. The horse-trading mechanism effectively resolves the conflict when trust has been achieved between them to communicate both of them where they can deliver their objectives openly.
BASE