Wali Nanggroe Institution: The Role, Function, and Strategy for Resolving Conflicts in Aceh after the Peace ; Lembaga Wali Nanggroe: Peran, Fungsi dan Strategi Resolusi Konflik Aceh Pasca Perdamaian
Wali Nanggroe Institution is an institution of cultural authority as the unifier of the people that is independent, authoritative, and has the authority to develop and oversee the implementation of the life, adat (custom), language, the award of titles and honors, and adat rites. This research was conducted in Banda Aceh city using a qualitative method. The concept used was Wali Nanggroe, the theories of strategy, conflict resolution, and political communication theories to resolve local conflicts and analyze Wali Nanggroe neutrality in resolving conflicts in Aceh. The data were obtained by observation technique and interview (questionnaires and voice records). The results found that the Wali Nanggroe Institution does not implement a strategy in resolving conflicts both local conflicts and other conflicts in local institutions. Also, Wali Nanggroe does not hold political communication to resolve the conflicts. Besides, as a mediator, Wali Nanggroe is unfair to resolve the conflicts among local institutions due to some causes; emotional attachment between Wali Nanggroe and Members of Parliament at Aceh Provincial House of Representatives (DPRA) from Aceh Party Faction, tend to maintain the reign of Wali Nanggroe, and procedural problems in Wali Nanggroe election. ; Lembaga Wali Nanggroe adalah lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, bahasa dan pemberian gelar/derajat, dan upacara-upacara adat lainnya. Penelitian ini dilakukan di kota Banda Aceh dengan menggunakan metode kualitatif. Konsep yang digunakan adalah Wali Nanggroe, teori strategi, resolusi konflik, dan teori komunikasi politik untuk menyelesaikan konflik lokal dan menganalisis netralitas Wali Nanggroe dalam menyelesaikan konflik di Aceh. Data diperoleh dengan teknik observasi dan wawancara (kuesioner dan rekaman suara). Hasil penelitian menemukan bahwa Lembaga Wali Nanggroe tidak menerapkan strategi resolusi konflik baik konflik lokal maupun konflik lain di kelembagaan lokal. Selain itu, Wali Nanggroe tidak melakukan komunikasi politik untuk menyelesaikan konflik. Selain itu, sebagai mediator, Wali Nanggroe kurang adil dalam menyelesaikan konflik antar lembaga lokal karena beberapa sebab; keterikatan emosional antara Wali Nanggroe dengan anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh, cenderung mempertahankan kekuasaan Wali Nanggroe, dan masalah prosedural dalam pemilihan Wali Nanggroe.