Accommodating Religious Practices in the Workplace: The Case of Indonesian Workers in Taiwan ; Mengakomodasi Praktik Keagamaan di Tempat Kerja: Kasus Pekerja Indonesia di Taiwan
The increasing number of Indonesian migrant workers, who are largely Muslims in Taiwan, makes the work environment more diverse. Consequently, the need for diversity management programs such as accommodating religious practices in the workplace has become significantly more relevant. But the extant studies and reports point out those migrant workers, who are largely Muslims, have not been properly accommodated to implement their religious practices in the workplace. The study seeks to understand as how Indonesian migrant workers, who are largely Muslims, experience a kind of deprivation of their religious practices in the workplace. To that end, it uses a qualitative case study method to investigate a group of Indonesian Muslim workers of the X Company who were deprived to observe daily prayers in the workplace. The results of the study evidently found that the employer views that accommodation of such religious practices in the workplace as unreasonable for the company. The results further showed that the accommodation of religious practices of Indonesian Muslim workers was considered as unreasonable because of some important issues such as disruption of job duty, inflexible work schedule, other workers' concern/objection, facility cost and management response/ approach. Accordingly, the study suggests some recommendations. First, the Taiwanese employer needs to sit together with relevant government institutions and religious leaders to formulate a specific policy on the accommodation of religious practices in the workplace. Second, as a single case study, the results of this study might lack of external validity (generalizability). It therefore strongly suggests prospective researchers to do a cross-cases study of this phenomenon or issue. ; Meningkatnya jumlah pekerja migran Indonesia, yang sebagian besar Muslim di Taiwan, membuat lingkungan kerja lebih beragam. Konsekuensinya, kebutuhan akan program manajemen keragaman (diversity management) seperti mengakomodasi praktik keagamaan di tempat kerja menjadi lebih relevan secara signifikan. Tetapi penelitian dan laporan yang ada menunjukkan bahwa pekerja migran tersebut, yang sebagian besar adalah Muslim, belum dapat diakomodasikan dengan baik untuk menerapkan praktik keagamaan mereka di tempat kerja. Penelitian ini berusaha memahami bagaimana pekerja migran Indonesia, yang sebagian besar Muslim, mengalami semacam kehilangan hak melakukan praktik keagamaan mereka di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus kualitatif untuk menyelidiki sekelompok pekerja Muslim Indonesia dari Perusahaan X yang dilarang untuk melaksanakan shalat setiap hari di tempat kerja. Hasil penelitian ini menemukan bahwa manajemen perusahaan memandang bahwa akomodasi untuk praktik keagamaan di tempat kerja merupakan hal yang tidak logis bagi perusahaan. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa akomodasi praktik keagamaan pekerja Muslim Indonesia dianggap tidak logis karena beberapa masalah penting seperti pekerjaan terganggu, jadwal kerja yang tidak fleksibel, keprihatinan/keberatan pekerja lain, biaya fasilitas dan respons/pendekatan manajemen. Dengan demikian, penelitian ini menyarankan beberapa rekomendasi. Pertama, pengusaha Taiwan perlu duduk bersama dengan lembaga pemerintah dan pemimpin agama terkait untuk merumuskan kebijakan khusus tentang akomodasi praktik keagamaan di tempat kerja. Kedua, sebagai studi kasus tunggal, hasil penelitian ini mungkin kurang validitas eksternal (generalisasi). Oleh karena itu sangat menyarankan calon peneliti untuk melakukan studi lintas kasus (cross-case study) dari fenomena atau masalah ini.