Pancasila merupakan dasar dan falsafah Negara Indonesia. Pancasila dalam sejarah perumusan dan pembentukan menjadi peletak dasar dalam pembentukan Negara bangsa Indonesia sebelum merdeka. Keberadaan Pancasila di Indonesia menjadi sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak Indonesia berdiri hingga sekarang. Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara telah banyak diwarnai berbagai persoalan mulai dari persoalan ideologis, ekonomi, social, budaya, politik, pendidikan, hukum, dan agama. Sejak Indonesia berdiri, Pancasila menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, Pancasila dalam konteks keilmuan masih didekati dengan cara klasik atau pendekatan laten seperti sejarah dan politik, serta hokum. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menjabarkan dan menguraikan tentang esensi dari Pancasila dari pendekatan psikologis. Ilmu psikologi menjadi bagian penting untuk melihat Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan fenomenologi dan kajian kritis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa psikologi Pancasila merupakan pendekatan interdisipliner untuk menjabarkan dan merumuskan Pancasila dari aspek dan karakteristik psikis manusia.
Studi tentang Nawacita menjadi menarik perhatian dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Awal kampanye Jokowi dan JK untuk maju menjadi calon presiden tahun 2014, jargon Nawacita mulai diperkenalkan dan dipopulerkan. Gagasan Nawacita menjadi menarik perhatian karena selama 15 tahun reformasi istilah negara hadir, negara tidak boleh absent, memperkuat negara, dan mempercepat pembangunan nasional menjadi semangat baru dalam percaturan pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia. Studi ini akan menganalisis, relasi dan relevansi Nawacita dengan nilai nilai Pancasila. Metode yang digunakan dalam studi ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal ilmiah, berita, dan tulisan hasil penelitian sebelumnya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Nawacita menjadi doktrin filsafat politik kenegaraan yang disampaikan oleh Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai bentuk komitmen politik untuk membangun negara berdasarkan semangat dan nilai nilai Pancasila. Revolusi mental menjadi bagian instrument untuk dapat mewujudkan filsafat politik Nawacita yang dirumuskan oleh Jokowi.
Education for sustainable development has become global paradigm recently. This paradigm is a form of dynamic response and debate faced by the global community such as global warming, energy crisis, climate change, food security, as well as environmental damage. The main idea, in this paradigm was put in three main principles which are to build environmental, socio-economic and cultural sustainability. This study aims to explore and describe how the paradigm in Tongyeong-si, Gyeongsangnamdo, South Korea. This research focuses on the basic philosophical paradigm and implementation of education for sustainable development at a school in the city of Tonyeong (Tongyeong-si), Gyeongsangnamdo, South Korea. The results indicate that the basic philosophy applied in education for sustainable development in the Tongyeong is formed community who have a concern for the environment has its base in the reconstruction of the society will be able to change the surrounding community. This educational paradigm can contribute in strengthening aspects of character education and awareness of the environment for future generations with the support of actors from the government and society through an integrated approach to policy and program activities that are on going, so it has an impact and benefits for better society.
Penelitian ini dilakukan pada mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di setiap perguruan tinggi. Faktor internal berasal dari pengajar, sistem perkuliahan, dan kebijakan di perguruan tinggi tersebut. Sedangkan faktor eksternal dapat berasal dari intervensi dari luar kampus seperti kebijakan pemerintah atau kondisi eksternal yang terjadi. Penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis tentang model pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dilaksanakan pada perguruan tinggi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Penelitian ini akan memfokuskan tentang metode pendekatan dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dikembangkan oleh para dosen Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) di Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif. Sumber data penelitian ini diperoleh dari kegiatan pembelajaran tahun akademik 2019/2020 semester. Analisis data yang digunakan dalam penelitian menggunakan induktif dan reduksi data. Hasilnya dapat diketahui bahwa proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dilakukan dengan menggunakan media elearning terdiri dari 5 (lima) unsur disetiap pertemuan yakni: (1) slide kuliah dalam bentuk powerpoint, (2) modul yang berisi narasi materi lebih lengkap, (3) video penjelasan oleh dosen pengampu, (4) forum diskusi, dan (5) kuis dan/atau tugas mingguan supaya mampu mendorong mahasiswa untuk memahami memiliki daya kritis, kreatif, dan aktif serta untuk berpikir analitis dan komprehensif.This research was conducted on Pancasila and Citizenship Education courses in each university. Internal factors come from the instructor, the lecture system, and policies at the college. Meanwhile, external factors can come from interventions from outside the campus such as government policies or external conditions that occur. This study will describe and analyze the Pancasila and citizenship education model implemented at Mercu Buana University, Yogyakarta. This study will focus on the approach method in the learning process of Pancasila and Citizenship Education developed by lecturers of the General Compulsory Course (MKWU) at Mercu Buana University, Yogyakarta. This research method uses a qualitative method approach. The source of this research data was obtained from the learning activities of the 2019/2020 semester academic year. Analysis of the data used in the study using inductive and data reduction. The result can be seen that the learning process of Pancasila and Citizenship Education which is carried out using elearning media consists of 5 (five) elements in each meeting, namely: (1) lecture slides in the form of PowerPoint, (2) modules containing more complete narrative material, (3) video explanations by lecturers, (4) discussion forums, and (5) quizzes and / or weekly assignments so as to encourage students to understand to have critical, creative, and active powers and to think analytically and comprehensively.
This study aimed to analyze the existence of Pancasila Education before the issuance of Government Regulation Number 57 of 2021 concerning National Education Standards and analysis of legal certainty for the implementation of Pancasila Education through Government Regulation Number 57 of 2021. This study used a qualitative approach, with normative and empirical legal research types. Sources of data obtained from secondary data and primary data. The study results showed that the existence of Pancasila Education experienced various dynamics before the issuance of Government Regulation Number 57 of 2021. Pancasila began to lose its role after issuing Law Number 20 of 2003 concerning the National Education System by eliminating Pancasila Education from primary education to higher education. The main issue of Government Regulation Number 57 of 2021 was based on the findings of inconsistent legal drafting with one another. The issuance of Government Regulation Number 57 of 2021, which did not include the contents of the Pancasila Education material, created legal uncertainty, which had implications for contradicting the laws and regulations on it.
Pembangunan suatu bangsa tidak lepas dari ideologi politik yang diletakkan. Ideologi politik ini dapat berpengaruh dalam mengarahkan dan membentuk paradigma pembangunan nasional. Di Indonesia, politik pembangunan nasional selalu dipengaruhi oleh ideologi dan politik penguasa. Penguasa pada setiap zaman atau periode pemerintahan memiliki dasar ideologis dan politik yang unik dan khas dalam menjalankan pemerintahannya. Studi tentang pembangunan selama ini memang tidak terlalu banyak membahas peran dan pengaruh ideologi dan politik di dalamnya. Studi pembangunan yang berkembang selama ini bergerak pada tiga arus utama yaitu ekonomi, lingkungan, dan tata ruang wilayah atau tata ruang kota. Pembahasan tentang paradigma pembangunan atau pengarusutamaan pembangunan merujuk pada dua posisi yaitu posisi global, dimana peran global mengarahkan paradigma pembangunan yang selama ini berkembang di bebagai negara negara di dunia. Kemajuan negara negara yang memiliki standar hidup dan ekonomi yang tinggi dapat mempengaruhi paradigma dan model pembangunan yang ada di seluruh kawasan atau benua. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menggali garis ideologi dan politik yang diletakkan oleh pemerintah dalam membangun gagasan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial melalui konsepsi Nawacita dan Pancasila. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian menggunakan interpretasi, analisis kebijakan, dan korelasi. Data yang digunakan berupa buku teks, jurnal, laporan ilmiah, dan peraturan perundang undangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan relasi antara Nawacita, Pancasila dalam praktek ideologi politik pembangunan. The development of a nation is inseparable from the political ideology laid down. This political ideology can influence in directing and shaping the paradigm of national development. In Indonesia, the politics of national development has always been affected by the authorities' ideology and politics. The police in each era or period of government has a unique and unique ideological and political basis in carrying out their government. The study of development has not discussed too much the role and influence of ideology and politics in it. Development studies that have developed so far are engaged in three main currents: economy, environment, and regional or city spatial planning. The discussion of the development paradigm or the mainstreaming of development refers to two positions, namely the global situation, where the global role directs the development paradigm that has been developing in various countries in the world. Countries with high standards of living and economy can influence the development of paradigms and models that exist in all regions or continents. But a government that has not been fortunate or is still in the process of progressing towards the goals and objectives of the state tries to put its development paradigm on two legs. On the first foot, try to use the prescription of a global development paradigm. On the other hand, it uses the development paradigm, which is owned by the nation itself with the ideological and political lines laid by the authorities. In Indonesia, the idea of the ideology and politics of national development in the context of President Jokowi's administration spread an interesting ideological and political line, Nawacita. Nawacita is an ideal set forth in 9 agendas that are used as a reference and state ideological direction. This nawacita needs to be seen in the framework of national development. This study aims to describe and explore the government's ideological and political lines in building the idea of national development with social justice through the conception of Nawacita and Pancasila. The method used in this study uses a qualitative approach. Analysis of the data used in research uses interpretation, policy analysis, and correlation—the data used in the form of textbooks, journals, scientific reports, and legislation. This study's results are expected to show the relationship between Nawacita, Pancasila in the practice of political development ideology.
Kehadiran negara ialah memastikan dan menjamin keselamatan warga negara sebagaimana dalam pernyataan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kehadiran negara ialah melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut dalam perdamaian dunia. Peran negara menjadi penting dalam upaya menjawab tantangan kewarganegaraan. Fenomena penyebaran virus Corona yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Tiongkok pada awal bulan Desember 2019 menjadi titik tolak awal kasus merebaknya virus Corona yang sampai sekarang menjadi persoalan dunia. Penelitian ini akan memfokuskan tentang kebijakan politik Presiden Jokowi dalam menanggapi isu internasional melalui studi kasus penyebaran Covid-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan arah Presiden Joko Widodo dalam menangani tantangan kewarganegaraan pada konteks kebijakan dalam dan luar negeri untuk menanggapi isu global, yaitu pandemi Covid-19 yang oleh Indonesia juga telah ditetapkan sebagai bencana non alam dengan skala nasional. Metode penelitian ini adalah penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisa koherensi internal, interpretasi, heuristika, dan analisis wacana terhadap data yang bersumber dari pemerintah, media massa cetak maupun daring, buku, jurnal ilmiah, dan majalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan politik Presiden Jokowi dalam menghadapi masalah kewarganegaraan dalam kasus penanganan kasus Covid-19 menekankan pada model kebijakan politik partisipatoris dan responsif.
The use of the term "Four Pillars" by the People's Consultative Assembly of the Republic of Indonesia (MPR RI) since the end of 2009 has generated numerous debates in Indonesian political life. The term of Four Pillars that consists of Pancasila, the 1945 Constitution, NKRI (Unitary State of the Republik of Indonesia), and Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity) is affected by the essence, meaning, and understanding of the four in their original meanings. This research aims to examine and analysis on the philosophical problem of Four Pillars terms in the context of philosophy of language especially in the context of contestation of meaning and the essence of Four Pillars term in public discourse and debate. The research was conducted in 2014 to 2018 through literature studies in Yogyakarta. The research fnds that the term of "four pillars" since it was produced by political elites through the public education program has degraded and legitimized the meaning of Pancasila, the 1945 Constitution, NKRI (Unitary State of the Republic of Indonesia), and Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity). Philosophically, the use of term of four pillars for public education to introduce national insight conducted by the People's Consultative Assembly of the Republic of Indonesia has distorting of meaning and displacing of meaning of Pancasila, the 1945 Constitution, NKRI, and Bhinneka Tunggal Ika. The term of "four pillars" is also not yet known in this history or by the public.
AbstractThe term Four Pillar became a public debate. The main problem is the use of the Four Pillars term consisting of Pancasila, the 1945 Constitution, NKRI, and Bhinneka Tunggal Ika has raised questions from the community. This research is a qualitative research that examines the existing norms and legislation through the normative laws approach. The purpose of this research is to analyze the normative laws and the impact of the Constitutional Court's decision on the use of the Four Pillars term. The Constitutional Court's decision is in accordance with the logic of legal language and the prevailing rules related to the concept and the nature of Pancasila, the 1945 Constitution, the Unitary State of the Republic of Indonesia, and Unity in Diversity can not be categorized into one of the same variants is true. In this case the MPR RI has made a mistake in the language logic using the term 4 Pilar MPR RI. IntisariIstilah Empat Pilar menjadi perdebatan publik. Pokok persoalannya yaitu penggunaan istilah Empat Pilar yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika telah menimbulkan pertanyaan dari masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengkaji norma dan peraturan perundang-undangan yang ada melalui pendekatan penelitian hukum normatif. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dasar normatif dampak putusan MK terhadap penggunaan istilah Empat Pilar. Putusan MK telah sesuai dengan kaidah logika bahasa hukum dan kaidah yang berlaku terkait dengan konsep dan hakikat Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dikategorikan menjadi satu varian yang sama. Dalam hal ini MPR RI telah melakukan kesalahan logika bahasa dalam menggunakan istilah 4 Pilar MPR RI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait problem penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara atau 4 Pilar MPR RI yang menimbulkan banyak kritik dan pertentangan di masyarakat. Istilah 4 Pilar yang mengkatgorikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari pilar menjadi polemik sejak MPR RI menggunakan istilah tersebut sebagai program sosialisasinya. Studi ilmu politik dan sosial jarang meneliti dan menganalisis terkait implikasi dari politik bahasa dalam penggunaan istilah kenegaraan seperti Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Penelitian ini merupakan bagian dari disertasi yang menganalisis secara kritis tentang penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara melalui kajian filsafati yang ditinjau dari perspektif Filsafat Bahasa. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan filsafat analitika bahasa. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kajian pustaka, dan analisis teks wacana yang berkembang tentang polemik dan perdebatan 4 Pilar baik secara online maupun offline. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dengan mengkategorikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pilar tidak tepat. Kedua, penggunaan istilah 4 Pilar tidak dikenal dalam sejarah dan memori kolektif bangsa Indonesia untuk menyebut Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian pilar. Ketiga, penggunaan istilah 4 Pilar oleh MPR RI merupakan kesalahan kategoris. Keempat, kegiatan sosialisasi 4 Pilar yang dilakukan justru mendelegitimasi makna Pancasila dan upaya pembodohan kepada masyarakat.Kata kunci: Empat Pilar, Filsafat, bahasa, Politik bahasa, deligitimasi, makna, Pancasila.
ABSTRACT The village of Towangsan, Gantiwarno, Klaten district, Central Java has the potential of social, cultural and local economic capital that can serve as a model and application to continually maintain the values of locality, sustainable development values based on the identity and personality of the Indonesian nation namely Pancasila. Pancasila became the basic moral and basic values in formulating village development policy in Towangsan Gantiwarno village, Klaten regency, Central Java. Community service activities with ESD implementation framework in society implemented by UGM Pancasila Study Center is to design and formulate Indonesia-based Center for Innovation and Education for Sustainable Development (ESD) based on Pancasila values. The Center for Innovation and Development of Education for Sustainable Development is to provide the foundation and commitment of the village community in order to work consciously and continuously actualize the values of sustainable development in accordance with the areas that are involved such as Lare mentes community based culture community, and Karang Taruna based sustainable development. The results achieved in this activity are the establishment of a community-based ESD Innovation and Development Center in Towangsan Gantiwarno Village, community awareness of the importance of sustainable development, and the documentation of Towangsan village profiles based on Pancasila values. Implementation of ESD-Pancasila Implementation also has a positive impact in Towangsan because it has changed the mindset and way of thinking of the exclusive from the exclusive. Keywords: ESD; Pancasila; sustainable development.